Dalam
agama Islam persoalan yang pertama-tama timbul adalah dalam bidang politik dan
bukan dalam bidang teologi. Ketika Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan
ajaran-ajaran Islam yang beliau terima dari Allah SWT di mekkah, kota ini
mempunyai sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah pimpinan suku bangsa
Quraisy.
Dalam
sejarah, selama di Mekkah Nabi Muhammad SAW hanya mempunyai fungsi sebagai
kepala agama, dan tidak mempunyai fungsi sebagai kepala pemerintahaan, karena
kekuasaan politik yang ada di sana belum dapat dijatuhkan pada waktu itu. Di
Madinah sebaliknya, Nabi Muhammad SAW, di samping menjadi kepala agama juga
menjadi kepala pemerintahan. Beliaulah yang mendirikan kekuasaan politik yang
dipatuhi di kota ini.
Ketika
beliau wafat tahun 632 M masyarakat Madinah sibuk memikirkan pengganti beliau
untuk mengepalai negara yang baru lahir itu, sehingga penguburan Nabi merupakan
soal kedua bagi mereka. Timbulah masalah khilafah,
soal pengganti Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara. Sebagai Nabi atau
Rasul, Nabi tentu tidak dapat digantikan.
Sejarah
meriwayatkan bahwa Abu Bakar-lah yang disetujui oleh masyarakat Islam pada
waktu itu menjadi pengganti atau khalifah Nabi dalam mengepalai negara mereka.
Kemudian Abu Bakar digantikan oleh ‘Umar Ibn al-Khattab oleh ‘Usman Ibn ‘Affan
oleh Ali Ibn Tholib.
‘Usman
termasuk dalam golongan pedagang Quraisy yang kaya. Kaum keluarganya terdiri
dari orang aristokrat Mekkah yang karena pengalaman dagang mereka, mempunyai
pengetahuan tentang administrasi. Pengetahuan mereka ini bermanfaat dalam
memimpin administrasi daerah-daerah di luar Semenanjung Arabia yang bertambah
banyak masuk ke bawah kekuasaan Islam. Ahli sejarah menggambarkan ‘Usman
sebagai orang yang lemah dan tidak sanggup menentang ambisi kaum keluarganya
yang kaya dan berpengaruh itu. Ia mengangkat mereka menjadi gubernur di daerah
yang tunduk kepada kekuasaaan Islam. Gubernur-gubernur yang diangkat oleh ‘Umar
Ibn al-Khattab, khalifah yang terkenal sebagai orang kuat dan tidak
mementingkan kepentingan keluarganya, dijatuhkan oleh ‘Usman.
Tindakan-tindakan
politik yang dijalankan ‘Usman ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan
bagi dirinya. Sahabat-sahabat Nabi yang pada mulanya menyokong ‘Usman, ketika
melihat tindakan yang kurang tepat itu, mulai meninggalkan khalifah yang ketiga
ini. Orang-orang yang semula ingin menjadi khalifah atau yang ingin calonnya
menjadi khalifah mulai pula menanggukan di air keruh yang timbul pada waktu
itu. Perasaan tidak senang muncul di daerah-darerah. Dari Mesir, sebagai reaksi
dijatuhkannya ‘Umar Ibn al-‘As yang digantikan oleh Abdullah Ibn Sa’d Ibn Abi
Sarah, salah satu kaum keluarga ‘Usman, sebagai Gubernur Mesir, lima ratus
pemberontak kumpul dan kemudian bergerak ke Madinah. Perkembangan suasana di
Madinah selanjutnya membawa kepada pembunuhan ‘Usman oleh pemuka-pemuka
pemberontak dari Mesir ini.
Setelah
‘Usman wafat ‘Ali, sebagai calon terkuat menjadi khalifah yang keempat. Tetapi
segera ini mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin menjadi khalifah,
terutama Tolhah dan Subeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari ‘Aisyah.
Tantangan dari ‘Aisyah, Talhah dan Zubeir ini dipatahkan ‘Ali dalam pertempuran
yang terjadi di Irak tahun 656. Talhah dan Zubeir mati terbunuh dan ‘Aisyah
dikirim kembali ke Mekkah.
Pada
masa khalifah ‘Ali dan sesudahnya, umat Islam pecah menjadi beberapa
aliran-aliran teologi penting yang timbul dalam Islam ialah aliran Khawarij,
Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturudiyah. Aliran-aliran Khawarij tidak,
Murjiah dan Mu’tazilah tidak mempunyai wujud lagi kecuali dalam sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar