Tengku Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengku Amir Hamzah
Pangeran Indera Putera (lahir di Tanjung Pura,
Langkat, Sumatera Timur,
28
Februari 1911 – meninggal
di Kuala Begumit, 20
Maret 1946
pada umur 35 tahun) adalah seorang sastrawan
Indonesia angkatan Pujangga Baru.
Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat)
dan banyak berkecimpung dalam alam sastra
dan kebudayaan Melayu.
Amir Hamzah bersekolah menengah dan tinggal di Pulau Jawa pada saat pergerakan kemerdekaan dan rasa kebangsaan
Indonesia bangkit. Pada masa ini ia memperkaya dirinya dengan kebudayaan
modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia yang lain.
Dalam kumpulan sajak Buah Rindu (1941) yang ditulis antara tahun 1928 dan tahun 1935 terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan
syair Melayu menjadi sajak yang lebih modern. Bersama dengan Sutan
Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane ia mendirikan majalah Pujangga
Baru (1933), yang kemudian oleh H.B.
Jassin dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan Pujangga Baru. Kumpulan puisi karyanya yang lain, Nyanyi Sunyi (1937),
juga menjadi bahan rujukan klasik kesusastraan Indonesia. Ia pun melahirkan
karya-karya terjemahan, seperti Setanggi Timur (1939), Bagawat Gita
(1933), dan Syirul Asyar (tt.).
Amir Hamzah tidak hanya menjadi penyair besar pada zaman Pujangga
Baru, tetapi juga menjadi penyair yang
diakui kemampuannya dalam bahasa Melayu-Indonesia hingga sekarang. Di tangannya
Bahasa Melayu mendapat suara dan lagu yang unik yang terus dihargai hingga
zaman sekarang.
Amir Hamzah terbunuh dalam Revolusi
Sosial Sumatera Timur yang melanda pesisir Sumatra bagian
timur di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Ia wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di pemakaman Mesjid Azizi, Tanjung
Pura, Langkat. Ia diangkat menjadi Pahlawan
Nasional Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar