RUMAH KELUARGA BAHAGIA

Sabtu, 04 Maret 2017

HADITS TENTANG TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN by Catatan Kuliah Lucky



حديث  عبد الله  بن عمر رضي الله عنه انّ النبي صلى الله عليه وسلم، قال: كلكم راع وكلكم  مسؤل عن رعيته فالأمير الذي على النّاس راع وهو مسؤل عنهم والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤلة عنهم والعبد راع على مال سيّده وهو مسؤل عنه. ألا فكلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته . (أخرجه البخارى فى كتاب العتق باب كراهية التطاول على الرفيق).
Artinya:
"Abdidlah bin Umar r.a. her kata bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda, "Kalian semuanya adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin keluarganya dan akan ditanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang hal yang dipimpinnya. Seorang hamba (buruh) memelihara harta milik majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya. "
(Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab "Budak", Bab: "Dibencinya memperpanjang perbudakan."}

o    Penjelasan isi hadits
Hadis di atas sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan setiap orangmuslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari tingkatan   pemimpin rakyat sampai tingkatan penggembala, bahkan sampai tingkatan memimpin diri sendiri. Semua orang pasti mermiliki tanggung jawab dan akan dimintai perlanggungjawabannya oleh Allah SWT atas kepemimpinannya kelak di akhirat.
dengan demikian, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin  vang paling baik dan segala tindakannya tanpa didasari kepentingan  pribadi atau kepentingan golongan tertentu akan tetapi, pemimipn yang adil dan betul-betul memperhatikan dan berbuat sesuai dengan aspirasi rakyatnya, sebagaimana diperintahkan oleh AUah S WT. dalam Al-Quran:  
ü   ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur
 Artinya: ”sesungguhnya Allah menyuruh kammmu berlaku adil dan berbuat baik” ( Q.S. An-Nahl: 90)
ü   (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÒÈ
Artinya: "Berlaku adillah kamu. Sungguh Allah menyukai orang yang adil. "
(Q.S. Al-Hujurat: 9)
Ayat di atas jelas sekali memerinlahkan untuk berbuat adil kepada setiap pemimpin apa saja dan di mana saja. Seorang raja misalnya, harus berusaha untuk berbuat seadil-adilnya dan sebijaksana mungkin sesuai dengan perintah Allah SWT. dalam memimpin rakyatnya sehingga rakyatnya hidup sejahtera.
Sebaliknya, apabila raja beriaku semena-mena, selalu bertindak sesuai kemauannya, bukan didasarkan peraturan yang ada. rakyat akan sengsara. Dengan kata lain, pemimpin harus menciptakan keharmonisan antara dirinya dengan rakyatnya sehingga ada timbal balik di antara keduanya. Itulah pemimpin paling baik sebagaimana sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi:
وَعَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْ تُحِبُّوْ نَهُمْ وَيُحِبُّوْنَكُمْ وَتُصَلُّوْنَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّوْنَ عَلَيْكُمْ وَشَرَارُأَئَمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تَبْغُوْنَهُمْ وَيَبْغُوْنَكُمْ وَتُلْعِنُوْنَكُمْ. قَالَ: قُلْنَا: يَارَسُوْلَ اللهِ, أَفَلاَنُنَابِذُهُمْ؟ قَالَ: لاَ، مَاأَقَامُوْا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ
 Artinya: "Auf bin Malik r.a., berkata, 'Saya telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda, Sebaik-baiknya pemimpinmu ialah yang kamu cintai dan cinta padamu, dan kamu doakan dan mereka mendoakanmu. Dan sejahat-jahatnya pemimpinmu ialah yang kamu beci dan mereka pun membenci kamu, dan kamu kutuk dan mereka mengutuk kamu. " Sahabat bertanya, "Bolehkah kami menentang (melawan mereka)?" Beliau menjawab, "Tidak selama mereka tetap menegakkan shalat. " (H.R. Muslim)
Begitu pula para suami, isteri, penggembala dan siapa saja yang memilikitanggungjawab dalam memimpin harus berusaha untuk berlaku adil dalam kepemimpinannya sehingga ia mendapat kemuliaan sebagaimanajanji Allah SWT. yang disebutkan dalam salah satu hadis Nabi Muhammad SAW. bahwa para pemimpin seperti itu (yang adil) termasuk salah satu golongan dari tujuh golongan yang akan memperoleh naungan, kecuali Arasy di hari kiamat, yakni pada hari yang tidak ada naungan kecuali atas izin Allah SWT.
Dengan demikian, kebahagiaan dan pahala yang besar menunggu para pemimpin yang adil, baik di dunia dan terutama kelak di akhirat, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits:
وَعَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِوبْنِ الْعَاصِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ:إِنَّ الْمُقْسِطِيْنَ عَنْدَ اللهِ عَلَى مَنَابِرَمِنْ نُوْرٍاَلَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِ حُكْمِهِمْ فِى أَهْلِهِمْ وَمَا وَلَّوْا.

Artinya:
Abdullah Ibn Al-Amru Al-Ash berkata, Rasulullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, kelak di sisi Allah ditempatkan di atas mimbar dari cahaya, yaitu mereka yang adil dalam hukum terhadap keluarga dan apa saja yang diserahkan (dikuasakan) mereka. " (H.R. Muslim)
Sebaliknya, para pemimpin yang tidak adil akan memperoleh kehancuran dan ketidaktertiban di dunia dan baginya siksa yang berat di akhirat kelak, apabila di dunia, ia Input dari siksaan-Nya.







Ø  Setiap muslim adalah pemimpin (LM: 12000)

حَدِيْثُ مَعْقَلِ بْنِ يَسَارٍعَنِ الْحَسَنِ أَنَّ عُبَيْدَ اللهِ بْنَ زِيَادٍعَادَ عَادَمَعْقَلَ بْنَ يَسَارٍفِ مَرَضِهِ الَّذِيْ مَاتَ فِيْهِ، فَقَالَ لَهُ مَعْقَلُ: إِنِّى مُحَدِّثُكَ حَدِيْثًاسَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَامِنْ عَبْدٍاسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَابَنَصِيْحَةٍ اِلاَّلَمْ يَجِدْ رَاتِحَةَ الجَنَّةِ.
Artinya:
"Al-Hasan berkata, Ubaidiliah bi?i Ziyad menjenguk Ma 'qal bin • Yasar r.a. ketika ia sakit yang menyehabkan kematiannya, maka Ma'qal berkata kepada Ubaidiliah bin Ziyaad, "Aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadis yang telah aku dengar dari Rasulullah SAW., aku telah mendengar Nabi SAW. bersabda, "Tiada seorang hamba yang diberi amanat rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melainkan Allah tidak akan merasakan padanya harumnya surga (melainkan tidak mendapat ban surga). "
(Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab "Hukum-Hukum," bab: "Orang yang diberi amanat kepemimpinan")

o   Penjelasan isi hadits
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah SWT. untuk memimpin rakyat, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dengan demikian, meskipun seorang pemimpin dapat meloloskan diri dari tuntutan rakyatnya, karena ketidakadilannya, misalkan, ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntutan Allah SWT  kelak di akhirat.
Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya jangan menganggap dirinya sebagai manusia super yang bebas berbuat dan memerintah apa saja kepada rakyatnya. Akan tetapi, sebaliknya, ia harus berusaha memosisikan dirinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran:
ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_ Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÊÎÈ

Artinya:
"Rendahkanlah  sikapmu   terhadap  pengikutmu   dari   kaum mukminin. " (Q.S.Asy-Syu'ara:215)
Dalam sebuah hadis yang diterima dari Siti Aisyah dan diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi SAW. pernah berdoa, "Ya Allah, siapayang menguasai sesuatu dari urusan umatku lalu mempersulit mereka, maka persulitlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku dan berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya.
Hal itu menunjukkan bahwa Allah dan Rasul-Nya sangat peduli terhadap hambanya agar terjaga dari kezaliman para pemimpin yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Pemerintah yang kejam dikategorikan sebagai sejahat-jahatnya pemerintah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.:
وَعَنْ عَائِدبْنِ عَمْرٍورَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَ نَّهُ دَخَلَ عَلَى عُبَيْدِ اللهِ بْنِ  زِيَادٍقَالَـ: يَاُبَنِيَّ إِنىِّ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م. يَقُوْلُ: إِنَّ شَرَّالرُّعَاءِ الْحُطَمَةُ، فَإِيَّاكَ أَنْ لاَتَكُوْنَ مِنْهُمْ.

Artinya:
"A'idz bin Amru r.a. ketika memasuki rumah Ubaidillah bin Ziyad, ia berkata, Hai anakku saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda,  “Sesungguhnya sejahat-ja/ialnya pemerintahan yaitu yang kejam, maka janganlah kau tergolong dari mereka. " (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pemimpin zalim yang tidak mau mengayomi dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah mencium harumnya surga apalagi memasukinya, sebagaimana disebutkan pada hadis di atas.
Oleh karena itu, agar kaum muslim terhindar dari pemimpin yang zalim, berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin. Pemilihan pemimpin harus betul-betul didasarkan pada kualitas, integritas, loyalitas, dan yang paling penting adalah perilaku keagamaannya. Jangan memilih mereka karena didasarkan rasa emosional, baik karena ras, suku bangsa ataupun keturunan karena jika mereka tidak dapat memimpin, rakyatlah yang akan merasakan kerugiannya.
Menurut M.Qurais Shihab, dari celah ayat-ayat Al-Quran ditemukan sedikitnya dua pokok sifat yang harus disandang oleh seseorang yang memikul suatu jabatan yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat. Kedua hal tersebut harus diperhatikan dalam menentukan seorang pemimpin. Salah satu ayat yang menerangkan tentang hal itu adalali ungkapan putri Nabi Syu'aib yang dibenarkan dan diabadikan dalam Al-Quran:

žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
Artinya:
"Sesungguhnya orang yang paling baik engkau tugaskan adalah yang kuat lagi dipercaya. " (Q.S. Al-Qashash: 26)
Begitu pula Al-Quran mengabadikan alasan pengangkatan Yusuf sebagai kepala badan logistik sebagaimana dinyatakan dalam ayat:

tA$s% y7¨RÎ) tPöquø9$# $uZ÷ƒt$s! îûüÅ3tB ×ûüÏBr& ÇÎÍÈ
Artinya:
'Sesungguhnya engkait menurut penilaian kami adalah seorang yang kuat lagi terpercaya. " (Q.S. Yusuf: 54).
Kedua kriteria itu yang menjadi landasan utama ketika Abu Dakar r.a. menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia pengumpulan Mushaf. Alasannya antara lain tersirat dalam ungkapannya, "Engkau seorang pemuda (kuat lagi bersemangat) dan telah dipercaya oleh Rasulullah SAW. untuk menulis wahyu. Bahkan Allah SWT. pun memilih Jibril sebagai pembawa wahyu-Nya, antara lain, karena malaikat Jibril memiliki sifat kuat dan terpercaya. (Q.S. 82; 19-21).
Pemimpin yang memiliki dua sifat tersebut, sangat kecil kemungkinan untuk berbuat zalim. la selalu berbuat dan bertindak sesuai dengan aspirasi rakyat.

Ø  Batas ketaatan kepada pemimpin (LM: 1205, 1206)
 






























Artinya:
1.     Hadis dan Abdullah bin Urnar bahwa Rasulullah SAW. bersabda, "Seorang muslim wajib mendengar, taat pada pemerintahnya dalam apa yang disetujui ataupun tidak setujU; kecuali jika diperintah berbuat maksiat, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat. " (H.R. Muslim)
(Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari, dalam (93) kitab: "Al-Ahkam," (4) bab: "Mendengarkan'dan menaali pemimpin selagi tidak memerintahkan untuk berbuat dosa."}
2.     Ali r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. mengirim pasukan dan menyerahkan kepemimpinannya kepada seorang sahabat Anshar. Tiba-tiba ia marah kepada anak buahnya dan berkata, "Tidakkah Nabi SAW. telah menyuruh kalian untuk taat kepadaku?" Jawab mereka, "Benar. " Kini saya perintahkan kalian untuk mengumpulkan kayu dan menyalakan api dan kemudian masuk ke dalamnya. " Maka mereka mengumpulkan kayu dan menyalakan api. Ketika akan masuk ke dalam api. satu sama lain pandang-memandang dan berkata, "Kami mengikuti Nabi SAW. hanya karena takut dari api, apakah kami akan memasukinya? " Kemudian tidak lama padamlah api dan redalah kemarahan pimpinannya itu. Kejadian itu diberitakan kepada Nabi SAW., maka sabda Nabi SAW., "Andaikan mereka masuk api itu niscaya tidak akan keluar selamanya. Sesungguhnya wajib taat (kepada pemimpin) hanya dalam kebaikan. " (Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam (93) kitab: "Al-Ahkam." (4) bab: "Mendengarkan dan menaati Pemimpin selagi tidak memerintahkan untuk berbuat dosa")

o   Penjelasan isi hadits
Kedudukan seorang pemimpin sangat tinggi dalam agama Islam, sehingga ketaatan kepada mereka pun disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqß§9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB (
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah, dan yang memegang pemerintahan dari kamu." (Q.S. An-Nisa: 59)
Sesuai dengan ayat di atas, Rasulullah SAW. bersabda:
 











Artinya: "Abu Hurairah r-.a. berkata, Rasulullah SAW. telah bersabda, 'Barang siapa yang taat kepadaku, berarti taat kepada Allah, dan barang siapa yang melanggar padaku berarti melanggar kepada Allah. Dan siapa yang taat pada pimpinan berarti taat kepadaku, dan siapa yang maksiat kepada pimpinan berarti maksiat padaku. " (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hal itu menunjukkan bahwa seorang pemimpin hams ditaati walaupun seorang budak hitam umpamanya. Segala perintah dan perkataannya harus ditaati oleh semua bawahannya, sebagaimana dinyatakan dalam hadis:

 













Artinya: “Anas r.a berkata, Rasulullah SAW. lelah bersabda, "Dengarlah dan taatilah meskipun yang (erangkat dalam pemerintahanmu adalah seorang budak Habasyiah yang kepalanya bagaikan kismis." (H.R. Bukhari)
Namun demikian, bukan berarti ketaatan yang tanpa batas karena kewajiban taat kepada seorang pemimpin hanyalah dalam hal-hal yang tidak berhubungan dengan kemaksiatan (dosa), sebagaimana dijelaskan dalam hadis pertama. Apabila pemimpin memerintahkan bawahannya untuk berbuat dosa, perintah itu tidaklah wajib ditaati, bahkan bawahannya harus mengingatkannya.
Dalam kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang pemimpin menyalahgunakan kekuasaan guna mencapai keinginan dan kepuasan hawanafsunya. Tidak jarang pula, untuk menggapai cita-citanyatersebut, dia memerintahkan kepada para bawahannya (rakyatnya) untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh agama. Terhadap perintah demikian, Islam melarang untuk menaatinya.
Dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW. pernah memerintahkan seorang bekas budak untuk menggunakan kulit kambing yang telah mati, tetapi budak tersebut tidak menuruti perintah Rasulullah SAW. la beranggapan bahwa menggunakan kulit kambing adalah haram sebagaimana diharamkan memakannya. Nabi kemudian menjelaskan kepadanya bahwa mempergunakan kulit binatang yang mati tidak diharamkan.
Sikap,bekas budak tersebut menunjukkan bahwa ia tidak mau taat kepada pemimpin sekalipun kepada Rasulullah SAW., kalau ia menganggap bahwa perintah tersebut untuk melakukan perbuatan maksiat. Ia menganggap bahwa Rasulullah memerintahkannya untuk berbuat maksiat dengan menyuruhnya mempergunakan kulit kambing yang mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar