Kaum
Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum
Khawarij dan Murji’ah. Dalam
pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “ kaum
rasionalis Islam.”
Ada salah satu keterangan bahwa asal usul kaum aum
Mu’tazilah berawal dari peristiwa yang terjadi diantara Wasil Ibn ’Ata’ serta
temannya ’Amr Ibn ’Ubaid dan Hasan al-Basri di Masjid Basrah. Pada suatu hari
datang seorang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar.
Sebagaimana yang diketahui orang Khawarij memandang mereka kafir sedangkan kaum
Murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-Basir masih berpikir, Wasil
mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan: ”Saya berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukanlah kafir, tetapi mengambil
posisi diantara keduanya; tidak mukmin dan tidak kafir.” kemudian ia berdiri
dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ke tempat lain di masjid; di sana
ia mengulangai pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri
mengatakan: ” Wasil menjuh diri dari kita (i’tazala’
ana).” Dengan demikian ia berserta teman-temannya,kata al-Sayahrastani,
disebut kaum Mu’tazilah.
Kata Mu’tazilah berasal dari ”i’tazala” dan ”al-Mu’tazilah”
telah dipakai kira-kira seratus tahun sebelum peristiwa Wasil dengan Hasan
al-Basri, dalam arti golongan yang tidak mau turut campur dalam pertikain
politik yang ada di zaman mereka.
Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa
orang pertam membina aliran Mu’tazilah adalah Wasil Ibn ’Ata’. Sebagai
dikatakan al-Mas’udi, ia adalah, syeikh
al-Mu’tazilah wa qadil muha, yaitu kepala dan Mu’tazilah yang tertua. Ia lahir tahun 81 H di Madinah
dan meninggal tahun 131 H. Di sana ia belajar pada Abu Hasyim ’Abdullah Ibn
Muhammad Ibn al-Hanafiah, kemudian pindah ke Basrah dan belajar kepada Hasan
al-Basri.
Dua ajaran yang ditinggal oleh Wasil yaitu posisi
menengah dan peniadaan sifat-sifat Tuhan, kemudian merupakan bagian integral
dari al-Ushul al-Khamasah atau
pancasila Mu’tazilah. Ketiga sila lainnya adalah al-’adl; keadialn tuhan, al-wa’ad
wa al wa’id, janji baik dan ancaman dan al-amr
bi al-ma’ruf wa al-nahy ’an al-munkar, memrintahkan orang berbuat baik dan
melarang orang berbuat jahat wajib dijalankan kalau perlu dengan kekerasan.
Adapun tokoh-tokoh lain dari Mu’tazilah yaitu Bisyr Ibn Sa’id, Abu ’Usman
al-Za’farani, Abu al-Huzail al-’Allaf dan Bisyr Ibn Mu’tamar.
Menurut al-Khayyat, orang yang diakaui menjadi
pengikut atau penganut Mu’tazilah, hanyalah orang yang mengakui dan menerima
kelima dasar yang telah disebut di atas. Orang yang menerima hanya sebagian
dari dasar-dasar tersebut tidak dapat dipandang sebagai orang Mu’tazilah.
Al-Ushul al-Khamasah, sebai dikemukakan oleh pemuka-pemuka Mu’tazilah sendiri,
diberi urutan menurut pentingnya kedudukan tiap dasar, sebagai berikut.
Al-Tawhid, al-’Adl, al-Wa’ad
wa al-Wa’id, al-Manzilah bain al-Manzilatain dan al-’Amr bi al-Ma’ruf wa alNahy
’an al-Munkar.
Demikianlah
uraian sekedarnya tentang pemuka-pemuka kaum Mu’tazilah, pendapat-pendapat
mereka dan ajaran-ajaran dasar Mu’tazilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar