RUMAH KELUARGA BAHAGIA

Sabtu, 04 Maret 2017

HADITS TENTANG LARANGAN KORUPSI DAN KOLUSI


Ø  Larangan suap menyuap


ﻋﻥ ﺃﺒﻲ ﻫﺭﻴﺭﺓ ﻗﺎﻝ : ﻠﻌﻥ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﻠﻟﻪ ﺼﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﺍﻟﺭﺸﻱ ﻭﺍﻟﻤﺭﺘﺸﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﮑﻡ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺤﻤﺩ ﻭﺍﻷﺭﺒﻌﺔ ، ﻭﺤﺴﻨﻪ ﺍﻠﺘﺭﻤﺫﻱ ، ﻭﺼﺤﺤﻪ ﺍﺒﻥ ﺤﺒﺎﻥ

Artinya:  Dari Abu Hurairah meriwayatkan : “Rasulullah bersabda : ‘Allah melaknat penyuap dan diberi suap dalam urusan hukum.”

o   Penjelasan isi hadits
Suap menyuap merupakan tindakan seseorang yang ingin terlepas dari ancaman hukum, ingin naik jabatan, ingin segala sesuatu yang di cita-citakannya terlaksana dengan tampa mengalami hambatan-hambata. Untuk memudahkan urusannya, mereka mencoba memberikan sesuatu berupa hadiah, harta, atau barang materi yang nilainya tinggi terutama sekali yaitu uang yang dapat yang dapat diberikan kepada pihak atau instansi yang terkait mengurusi masalah tersebut. Peraktek seperti ini banyak sekali dilakukan di negara kita, dimana para penyuap memberikan barang yang nilainya sangat tinggi, sehingga dapat merugikan bangsa dan negara kita.
            Hadit di atas memberikan paparan dan ancaman, menurut apa yang telah disabdakan oleh Rasul dalam hadits ini bahwa Allah SWT. Melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap, karenanya kedua orang tersebut akan sama-sama dimasukan  oleh Allah kedalam neraka. Selain itu uang yang dihasilkan dari pemberian seseorang dengan adanya maksud tertentu yang dapat menyebabkan tatanan hukum yang ada di negara kita merupakan suap menyuap atau bisa dikatakan peraktek korupsi yang hasilnya di dapati dengan cara yang batil dan haram untuk dimakan, karena itu orang yang memakan nafkah yang diperoleh dari hasil yang demikian mereka termasuk orang –orang yang memakan harta kebatilan.
            Sebagai Negara yang berumuskan pancasila dan UUD 45, tentu hukumlah yang lebih diutamakan dalam peroses mencari kebenaran dan keadilan dalam setiap perkara, tetapi pada kenyataanya hukum yang memang berlandaskan pancasila dan UUD belum terlaksanakan akibat banyaknya diantara praduga dan hakim saling bekerja sama dan saling suap menyuap. Dengan demikian negara kita sangat lamban mengatasi problem yang sudah mengakar itu, sehingga negara kita pun sangat jauh dari nilai-nilai misi dan visi yang sebenarnya di cita-citakan oleh para pendiri bangsa dan negara. Hadits diatas sangat menekan khususnya kepada orang yang sering melakukan suap menyuap dalam menuntaskan segala masalah yang dihadapinya dengan ancaman yang sangat keras yakni dilaknat oleh Allah SWT.
            Karena suap-menyuap sangat dilarang, tentunya kita sebagai umat Nabi Muhammad selalu mengikuti jejak, anjuran, perintah, dan larangan yang beliau sampaikan kepada kita semua agar kita selalu dekat dengan rahmat dan memperoleh pahala dari yang maha kuasa, tentunya dengan harapan kita mendapatkan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat, dan semoga kita dapat menjauhi larangan hadits di atas,  juga menjauhi orang-orang yang melakukan peraktek suap-menyuap, amin yarabbal alamin.


Ø  Larangan pejabat menerima hadiah

عن ﺍﺒﯽ ﺍﻠﺴﺎﻋﺩﻱ ﺃﻨﻪ ﺃﺨﺒﺭﻩ ﺃﻥ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﻠﻟﻪ ﺼﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻟﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﺍﺴﺘﻌﻤﻝﻋﺎﻤﻼ ﻓﺠﺎﺀﻩ ﺍﻠﻌﺎﻤﻝ ﺤﻴﻥ ﻔﺭﻍ ﻤﻥ ﻋﻤﻠﻪ ﻓﻗﺎﻝ ﻴﺎ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﻠﻠﻪ ﻫﺫﺍ ﻠﮏﻡ ﻭﻫذا ﺍﻫﺩﻱ ﻠﻲ ﻓﻗﺎﻝ ﻠﻪ ﺃﻓﻼ ﻗﻌﺩﺕ ﻓﻲ ﺒﻴﺕ ﺃﺒﻴﻙ ﻭﺃﻤﻙ ﻓﻨﻅﺭﺕ ﺃﻴﻬﺩﻯ ﻠﻙ ﺃﻡ ؟ ﺜﻡ ﻗﺎﻡ ﺭﺴﻭﻝ اﻠﻟﻪ ﺼﻠﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻟﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻋﺸﻴﺔ ﺒﻌﺩ اﻟﺼﻼﺓ ﻓﺘﺸﻬﺩ ﻭﺃﺜﻨﻲ ﻋﻠﻲ ﺍﻠﻠﻪ ﺒﻤﺎ ﻫﻭ ﺃﻫﻠﻪ ﺜﻡ ﻗﺎﻝ : ﺃﻤﺎ ﺒﻌﺩ , ﻓﻤﺎ ﺒﺎﻝ ﺍﻠﻌﺎﻤﻝ ﻨﺴﺘﻌﻤﻠﻪ ﻓﻴﺄﺘﻴﻨﺎ ﻓﻴﻗﻭﻝ ﻫﺫﺍ ﻤﻥ ﻋﻤﻠﮑﻡ ﻫﺫﺍ ﺃﻫﺩﻱ ﻠﻲ ﺃﻓﻼ ﻗﻌﺩ ﻓﻲ ﺒﻴﺕ ﺃﺒﻴﻪ ﻭﺃﻤﻪ ﻓﻨﻅﺭﻫﻝ ﻴﻬﺩﻯ ﻠﻪ ﺃﻡ ؟ ﻓﻭ ﺍﻠﺫﻱ ﻨﻓﺱ ﻤﺤﻤﺩ ﺒﻴﺩﻩ ﻻﻴﻐﻝ ﺃﺤﺩﮐﻡ ﻤﻨﻬﺎ ﺸﻴﺌﺎ ﺇﻻ ﺠﺎﺀ ﺒﻪ ﻴﻭﻡ ﺍﻠﻗﻴﺎﻤﺔ ﻴﺤﻤﻠﻪ ﻋﻠﻲ ﻋﻨﻘﻪ ﺇﻥ ﮐﺎﻥ ﺒﻌﻴﺭﺍ ﺠﺎﺀ ﺒﻪ ﻠﻪ ﺭﻏﺎﺀ ﺇﻥ ﮐﺎﻨﺕ ﺒﻗﺭﺓ ﺠﺎﺀ ﺒﻬﺎ ﻠﻬﺎ ﺨﻭﺍﺭ ﺇﻥ ﮐﺎﻨﺕ ﺸﺎﺓ ﺠﺎﺀ ﺒﻬﺎ ﺘﻴﻌﺭ ﻓﻘﺩ ﺒﻠﻐﺕ ﻓﻗﺎﻝ ﺃﺒﻭ ﺤﻤﻴﺩ ﺜﻡ ﺭﻓﻊ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﻠﻟﻪ ﺼﻠﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻴﺩﻩ ﺤﺘﻲ ﺇﻨﺎ ﻟﻨﻅﺭ ﺇﻠﻲ ﻋﻔﺭﺓ ﺇﺒﻁﻴﻪ
)ﺃﺨﺭﺠﻪ ﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻱ ﻓﻲ ﻜﺘﺎﺏ ﺃﻹﻴﻤﺎﻥ ﻭﺍﻠﻨﺫﻭﺭ(

Artinya: Abu Humaid R.A. berkata : “Rasulullah saw mengatakan seorang pegawai untuk menemani shadaqah/zakat. Sesudah selesai, dia datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘ini untukmu dan yang ini hadiah yang diberikan kepadaku’. Maka, Rasulullah saw bersabda, “Mengapa engkau tidak duduk saja di rumah ayah dan ibumu untuk melihat apakah diberikan hadiah atau tidak? Sesudah shalat, Rasulullah berdiri. Setelah tasyahud, memuji Allah selayaknya, lalu bersabda, ‘amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi pekerjaan, kemudian dia datang dan berkata, ‘ ini hasil untukmu dan ini hadiah untukku’. Mengapa dia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak? Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tiada seorangpun yang menyembunyikan sesuatu, melainkan dia akan menghadap di hari kiamat memikul diatas lehernya. Jika berupa onta, dia akan datang dengan onta yang bersuara. Jika berupa lembu, dia akan datang dengan lembu yang menguak, atau jika berupa kambing, dia akan datang dengan kambing yang mengembik, sungguh aku telah menyampaikan’.” Abu Humaid berkata: “kemudian Nabi saw mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.”(diriwayatkan al-Bukhari)

o   Penjelasan isi hadits       
Di dalam mendefinisikan makna hadiah, para ulama berbeda pandangan masing-masing, diantaranya:

  1. Sebagian ulama Ada yang menjadikan hadiah sebagai sarana untuk menguatkan dan menumbuhkan rasa cinta serta kasih sayang. Mereka mengatakan: “ Hadiah amerupakan harta yang diberikan sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang serta untuk menumbuhkan serta melanggengkan cinta serta kasih sayang tersebut. Banyak definisi lain yang semakna dengan ini, namun definisi ini hanya mengkhususkan masalah harta”.
  2. Ulama yang lain mengatakan bahwa hadiah ditinjau dari makna aslinya adala sesuatu yang diberikan tanpa adanya motif timbal balik atas sesuatu, sedangkan suap adalah diberikan dengan adanya motif timbal balik atas suatu urusan. Banyak definisi lain yang semakna dengan ini, dan nampaknya definisi ini tidak menjelaskan tujuan dari hadiah.

Imam Nawawi berkata: “ Antara hibah, hadiah, dan shadaqah thawathu’ mempunyai kesamaan makna, yaitu menjadikan sesuatu sebagai hak milik tanpa ada ganti. Jika hal tersebut murni untuk mendekatkan diri kepada Allah, disebut shadaqah. Jika sesuatu tersebut diberikan kepada seseorang sebagai bentuk penghormatan, pemuliaan, dan mengharapkan kecintaan orang yang diberi, disebut hadiah. Dan jika bukan hadiah disebut dengan hibah”.
Berdasarkan definisi hadiah pada poin-poin diatas dapat disimpulkan tentang makna hadiah sebagai berikut ini:
Hadiah yang disyariatkan adalah memberikan sesuatu pada seseorang untuk menjalin tali persahabatan dan megharapkan pahala tanpa adanya tuntutan dan syarat.
  • “Sesuatu” tercakup didalamnya adalah harta, perhiasan, atau yang lainnya.
  • “Seseorang” maksudnya orang yang hendak didekati dengan tujuan untuk mengharapkan keridhaan Allah swt dan bukti ketaqwaan kepada-Nya. Atau untuk menyambung tali silaturrahim dengan orang yang diberi hadiah.
  • “Menjalin tali persahabatan” termasuk didalamnya untuk menumbuhkan cinta dan kasih sayang serta melanggengkannya.
  • “Pahala” adalah maksud pemberian hadiah. Hendaklah menghormati orang yang diberi hadiah karena Allah agar terhindar dari tujuan suap dan saling mencintai bukan karena Allah.
  • “Tanpa adanya tuntutan” maksudnya tidak termasuk didalamnya hadiah atau suap yang disertai tuntutan untuk tujuan tertentu sebagai ganti hadiah.
  • “Tanpa ada syarat” maksudnya tidak ada syarat yang harus dibalas dengan hadiah yang telah diberikan. Lain halnya dengan suap yang diberikan dengan syarat harus ada timbal balik atas sesuatu yang telah diberikan.

Para rejabat pemerintahan yang sudah mendapatkan pasilitas kehidupan yang lengkap lagi mewah sebaiknya merasa cukup dengan kehidupan yang mereka rasakan, tampa mencari sesuatu baik berupa harta kekayaan, untuk memuaskan hawa nafsu mereka, walaupun dengan menerima pemberian berbentuk hadiah itu sangat dilarang oleh agama kita, dengan alasan, masih banyak rakyat kecil yang lebih membutuhkan hadiah tersbut.
Dalam  Islam, hadiah dianggap sebagai salah satu cara untuk lebih merekatkan persaudaraan itu tidak dijadikan suatu masalah jika keduanya memang ikhlas memberi dan menerimanya. Bagi orang yang diberi hadiah, disunnahkan untuk menerimanya meskipun hadiah tersebut kelihatannya hina dan tidak berguna. Akan tetapi, Islam memberikan rambu-rambu terutama dalam masalah hadiah, baik yang berkaitan dengan pemberi maupun penerimanya. Dengan kata lain, tidak semua orang diperbolehkan menerima hadiah. Misalnya bagi seorang pejabat atau pemegang kekuasaan. Hal itu ditujukan untuk kemaslahatan hidup manusia.
Islam melarang seorang pejabat atau petugas negara dalam posisi apapun untuk menerima atau memperoleh hadiah dari siapapun karena hal itu tidak layak dan dapat menimnulkan fitnah. Disamping sudah mendapatkan gaji dari negara, alasan pemberian hadiah tersebut berkat kedudukannya. Maka, hadiah yang diberikan kepada pejabat sebenarnya bukanlah haknya. Disamping niat orang-orang yang memberikan kepadanya dipastikan tidak didorong keikhlasan hanya kepada Allah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar