Ø Larangan suap menyuap
ﻋﻥ ﺃﺒﻲ ﻫﺭﻴﺭﺓ ﻗﺎﻝ : ﻠﻌﻥ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﻠﻟﻪ ﺼﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﺍﻟﺭﺸﻱ ﻭﺍﻟﻤﺭﺘﺸﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﮑﻡ • ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺤﻤﺩ ﻭﺍﻷﺭﺒﻌﺔ ، ﻭﺤﺴﻨﻪ ﺍﻠﺘﺭﻤﺫﻱ ، ﻭﺼﺤﺤﻪ ﺍﺒﻥ ﺤﺒﺎﻥ
Artinya: Dari Abu Hurairah meriwayatkan : “Rasulullah
bersabda : ‘Allah melaknat penyuap dan diberi suap dalam urusan hukum.”
o
Penjelasan isi
hadits
Suap menyuap
merupakan tindakan seseorang yang ingin terlepas dari ancaman hukum, ingin naik
jabatan, ingin segala sesuatu yang di cita-citakannya terlaksana dengan tampa mengalami
hambatan-hambata. Untuk memudahkan urusannya, mereka mencoba memberikan sesuatu
berupa hadiah, harta, atau barang materi yang nilainya tinggi terutama sekali
yaitu uang yang dapat yang dapat diberikan kepada pihak atau instansi yang
terkait mengurusi masalah tersebut. Peraktek seperti ini banyak sekali dilakukan
di negara kita, dimana para penyuap memberikan barang yang nilainya sangat
tinggi, sehingga dapat merugikan bangsa dan negara kita.
Hadit
di atas memberikan paparan dan ancaman, menurut apa yang telah disabdakan oleh
Rasul dalam hadits ini bahwa Allah SWT. Melaknat orang yang menyuap dan orang
yang menerima suap, karenanya kedua orang tersebut akan sama-sama
dimasukan oleh Allah kedalam neraka.
Selain itu uang yang dihasilkan dari pemberian seseorang dengan adanya maksud
tertentu yang dapat menyebabkan tatanan hukum yang ada di negara kita merupakan
suap menyuap atau bisa dikatakan peraktek korupsi yang hasilnya di dapati
dengan cara yang batil dan haram untuk dimakan, karena itu orang yang memakan
nafkah yang diperoleh dari hasil yang demikian mereka termasuk orang –orang
yang memakan harta kebatilan.
Sebagai
Negara yang berumuskan pancasila dan UUD 45, tentu hukumlah yang lebih
diutamakan dalam peroses mencari kebenaran dan keadilan dalam setiap perkara,
tetapi pada kenyataanya hukum yang memang berlandaskan pancasila dan UUD belum
terlaksanakan akibat banyaknya diantara praduga dan hakim saling bekerja sama
dan saling suap menyuap. Dengan demikian negara kita sangat lamban mengatasi
problem yang sudah mengakar itu, sehingga negara kita pun sangat jauh dari
nilai-nilai misi dan visi yang sebenarnya di cita-citakan oleh para pendiri
bangsa dan negara. Hadits diatas sangat menekan khususnya kepada orang yang
sering melakukan suap menyuap dalam menuntaskan segala masalah yang dihadapinya
dengan ancaman yang sangat keras yakni dilaknat oleh Allah SWT.
Karena
suap-menyuap sangat dilarang, tentunya kita sebagai umat Nabi Muhammad selalu
mengikuti jejak, anjuran, perintah, dan larangan yang beliau sampaikan kepada
kita semua agar kita selalu dekat dengan rahmat dan memperoleh pahala dari yang
maha kuasa, tentunya dengan harapan kita mendapatkan keselamatan baik di dunia
maupun di akhirat, dan semoga kita dapat menjauhi larangan hadits di atas, juga menjauhi orang-orang yang melakukan
peraktek suap-menyuap, amin yarabbal alamin.
Ø Larangan pejabat menerima hadiah
عن ﺍﺒﯽ ﺍﻠﺴﺎﻋﺩﻱ ﺃﻨﻪ ﺃﺨﺒﺭﻩ ﺃﻥ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﻠﻟﻪ ﺼﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻟﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﺍﺴﺘﻌﻤﻝﻋﺎﻤﻼ ﻓﺠﺎﺀﻩ ﺍﻠﻌﺎﻤﻝ ﺤﻴﻥ ﻔﺭﻍ ﻤﻥ ﻋﻤﻠﻪ ﻓﻗﺎﻝ ﻴﺎ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﻠﻠﻪ ﻫﺫﺍ ﻠﮏﻡ ﻭﻫذا ﺍﻫﺩﻱ ﻠﻲ ﻓﻗﺎﻝ ﻠﻪ ﺃﻓﻼ ﻗﻌﺩﺕ ﻓﻲ ﺒﻴﺕ ﺃﺒﻴﻙ ﻭﺃﻤﻙ ﻓﻨﻅﺭﺕ ﺃﻴﻬﺩﻯ ﻠﻙ ﺃﻡ ﻻ ؟ ﺜﻡ ﻗﺎﻡ ﺭﺴﻭﻝ اﻠﻟﻪ ﺼﻠﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻟﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻋﺸﻴﺔ ﺒﻌﺩ اﻟﺼﻼﺓ ﻓﺘﺸﻬﺩ ﻭﺃﺜﻨﻲ ﻋﻠﻲ ﺍﻠﻠﻪ ﺒﻤﺎ ﻫﻭ ﺃﻫﻠﻪ ﺜﻡ ﻗﺎﻝ : ﺃﻤﺎ
ﺒﻌﺩ , ﻓﻤﺎ
ﺒﺎﻝ ﺍﻠﻌﺎﻤﻝ
ﻨﺴﺘﻌﻤﻠﻪ ﻓﻴﺄﺘﻴﻨﺎ
ﻓﻴﻗﻭﻝ ﻫﺫﺍ ﻤﻥ ﻋﻤﻠﮑﻡ ﻭ ﻫﺫﺍ ﺃﻫﺩﻱ ﻠﻲ ﺃﻓﻼ ﻗﻌﺩ ﻓﻲ ﺒﻴﺕ ﺃﺒﻴﻪ ﻭﺃﻤﻪ ﻓﻨﻅﺭﻫﻝ ﻴﻬﺩﻯ ﻠﻪ ﺃﻡ ﻻ ؟ ﻓﻭ ﺍﻠﺫﻱ ﻨﻓﺱ ﻤﺤﻤﺩ ﺒﻴﺩﻩ ﻻﻴﻐﻝ ﺃﺤﺩﮐﻡ ﻤﻨﻬﺎ ﺸﻴﺌﺎ ﺇﻻ ﺠﺎﺀ ﺒﻪ ﻴﻭﻡ ﺍﻠﻗﻴﺎﻤﺔ ﻴﺤﻤﻠﻪ ﻋﻠﻲ ﻋﻨﻘﻪ ﺇﻥ ﮐﺎﻥ ﺒﻌﻴﺭﺍ ﺠﺎﺀ ﺒﻪ ﻠﻪ ﺭﻏﺎﺀ ﻭ ﺇﻥ ﮐﺎﻨﺕ ﺒﻗﺭﺓ ﺠﺎﺀ ﺒﻬﺎ ﻠﻬﺎ ﺨﻭﺍﺭ ﻭ ﺇﻥ ﮐﺎﻨﺕ ﺸﺎﺓ ﺠﺎﺀ ﺒﻬﺎ ﺘﻴﻌﺭ ﻓﻘﺩ ﺒﻠﻐﺕ ﻓﻗﺎﻝ ﺃﺒﻭ ﺤﻤﻴﺩ ﺜﻡ ﺭﻓﻊ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﻠﻟﻪ ﺼﻠﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻴﺩﻩ ﺤﺘﻲ ﺇﻨﺎ ﻟﻨﻅﺭ ﺇﻠﻲ ﻋﻔﺭﺓ ﺇﺒﻁﻴﻪ
)ﺃﺨﺭﺠﻪ ﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻱ ﻓﻲ ﻜﺘﺎﺏ ﺃﻹﻴﻤﺎﻥ ﻭﺍﻠﻨﺫﻭﺭ(
Artinya: Abu
Humaid R.A. berkata : “Rasulullah saw mengatakan seorang pegawai untuk menemani
shadaqah/zakat. Sesudah selesai, dia datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘ini
untukmu dan yang ini hadiah yang diberikan kepadaku’. Maka, Rasulullah saw
bersabda, “Mengapa engkau tidak duduk saja di rumah ayah dan ibumu untuk
melihat apakah diberikan hadiah atau tidak? Sesudah shalat, Rasulullah berdiri.
Setelah tasyahud, memuji Allah selayaknya, lalu bersabda, ‘amma ba’du,
mengapakah seorang pegawai yang diserahi pekerjaan, kemudian dia datang dan
berkata, ‘ ini hasil untukmu dan ini hadiah untukku’. Mengapa dia tidak duduk
saja di rumah ayah atau ibunya untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak?
Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tiada seorangpun yang menyembunyikan
sesuatu, melainkan dia akan menghadap di hari kiamat memikul diatas lehernya.
Jika berupa onta, dia akan datang dengan onta yang bersuara. Jika berupa lembu,
dia akan datang dengan lembu yang menguak, atau jika berupa kambing, dia akan
datang dengan kambing yang mengembik, sungguh aku telah menyampaikan’.” Abu
Humaid berkata: “kemudian Nabi saw mengangkat kedua tangannya sehingga aku
dapat melihat putih kedua ketiaknya.”(diriwayatkan al-Bukhari)
o
Penjelasan isi
hadits
Di dalam mendefinisikan makna hadiah, para ulama
berbeda pandangan masing-masing, diantaranya:
- Sebagian
ulama Ada yang menjadikan hadiah sebagai sarana untuk menguatkan dan
menumbuhkan rasa cinta serta kasih sayang. Mereka mengatakan: “ Hadiah
amerupakan harta yang diberikan sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang
serta untuk menumbuhkan serta melanggengkan cinta serta kasih sayang
tersebut. Banyak definisi lain yang semakna dengan ini, namun definisi ini
hanya mengkhususkan masalah harta”.
- Ulama
yang lain mengatakan bahwa hadiah ditinjau dari makna aslinya adala
sesuatu yang diberikan tanpa adanya motif timbal balik atas sesuatu,
sedangkan suap adalah diberikan dengan adanya motif timbal balik atas
suatu urusan. Banyak definisi lain yang semakna dengan ini, dan nampaknya
definisi ini tidak menjelaskan tujuan dari hadiah.
Imam Nawawi berkata: “ Antara hibah, hadiah, dan
shadaqah thawathu’ mempunyai kesamaan makna, yaitu menjadikan sesuatu sebagai
hak milik tanpa ada ganti. Jika hal tersebut murni untuk mendekatkan diri
kepada Allah, disebut shadaqah. Jika sesuatu tersebut diberikan kepada
seseorang sebagai bentuk penghormatan, pemuliaan, dan mengharapkan kecintaan
orang yang diberi, disebut hadiah. Dan jika bukan hadiah disebut dengan hibah”.
Berdasarkan definisi hadiah pada poin-poin diatas
dapat disimpulkan tentang makna hadiah sebagai berikut ini:
Hadiah yang disyariatkan adalah memberikan sesuatu pada seseorang untuk
menjalin tali persahabatan dan megharapkan pahala tanpa adanya tuntutan dan
syarat.
- “Sesuatu”
tercakup didalamnya adalah harta, perhiasan, atau yang lainnya.
- “Seseorang”
maksudnya orang yang hendak didekati dengan tujuan untuk mengharapkan
keridhaan Allah swt dan bukti ketaqwaan kepada-Nya. Atau untuk menyambung
tali silaturrahim dengan orang yang diberi hadiah.
- “Menjalin
tali persahabatan” termasuk didalamnya untuk menumbuhkan cinta dan kasih
sayang serta melanggengkannya.
- “Pahala”
adalah maksud pemberian hadiah. Hendaklah menghormati orang yang diberi
hadiah karena Allah agar terhindar dari tujuan suap dan saling mencintai
bukan karena Allah.
- “Tanpa
adanya tuntutan” maksudnya tidak termasuk didalamnya hadiah atau suap yang
disertai tuntutan untuk tujuan tertentu sebagai ganti hadiah.
- “Tanpa
ada syarat” maksudnya tidak ada syarat yang harus dibalas dengan hadiah
yang telah diberikan. Lain halnya dengan suap yang diberikan dengan syarat
harus ada timbal balik atas sesuatu yang telah diberikan.
Para rejabat pemerintahan yang sudah mendapatkan
pasilitas kehidupan yang lengkap lagi mewah sebaiknya merasa cukup dengan kehidupan
yang mereka rasakan, tampa mencari sesuatu baik berupa harta kekayaan, untuk
memuaskan hawa nafsu mereka, walaupun dengan menerima pemberian berbentuk
hadiah itu sangat dilarang oleh agama kita, dengan alasan, masih banyak rakyat
kecil yang lebih membutuhkan hadiah tersbut.
Dalam
Islam, hadiah dianggap sebagai salah satu cara untuk lebih merekatkan
persaudaraan itu tidak dijadikan suatu masalah jika keduanya memang ikhlas
memberi dan menerimanya. Bagi orang yang diberi hadiah, disunnahkan untuk menerimanya
meskipun hadiah tersebut kelihatannya hina dan tidak berguna. Akan tetapi,
Islam memberikan rambu-rambu terutama dalam masalah hadiah, baik yang berkaitan
dengan pemberi maupun penerimanya. Dengan kata lain, tidak semua orang
diperbolehkan menerima hadiah. Misalnya bagi seorang pejabat atau pemegang
kekuasaan. Hal itu ditujukan untuk kemaslahatan hidup manusia.
Islam melarang seorang pejabat atau petugas negara
dalam posisi apapun untuk menerima atau memperoleh hadiah dari siapapun karena
hal itu tidak layak dan dapat menimnulkan fitnah. Disamping sudah mendapatkan
gaji dari negara, alasan pemberian hadiah tersebut berkat kedudukannya. Maka,
hadiah yang diberikan kepada pejabat sebenarnya bukanlah haknya. Disamping niat
orang-orang yang memberikan kepadanya dipastikan tidak didorong keikhlasan
hanya kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar