Biografi Benyamin Sueb
Oleh:
ensiklopedi tokoh Indonesia
Ia
menjadi figur yang melegenda di kalangan masyarakat Betawi khususnya karena
berhasil menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Celetukan
‘muke lu jauh’ atau ‘kingkong lu lawan’ pasti mengingatkan masyarakat pada
Benyamin Sueb, seniman Betawi serba bisa yang sudah menghasilkan kurang lebih
75 album musik, 53 judul film serta menyabet dua Piala Citra ini.
Sejak
kecil, Benyamin Sueb sudah merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan
bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun.
Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga
tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah
kakak-kakaknya.
Benyamin
sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil
bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya
recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai ‘imbalan'.
Penampilan
Benyamin kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat
Benyamin disenangi teman-temannya. Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret
1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak.
Bakat
seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin yaitu Saiti,
peniup klarinet dan Haji Ung, pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan
darah seni itu dan Haji Ung (Jiung) yang juga pemain teater rakyat di zaman
kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat
membuat orkes kaleng.
Benyamin
bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab
dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari
kaleng biskuit. Dengan ‘alat musik’ itu mereka sering membawakan lagu-lagu
Belanda tempo dulu.
Kelompok
musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal
bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya, Rohani
(kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya
(keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat
hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.
Benyamin
memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7
tahun. Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah
suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir
teman-teman sekolahnya.
SD
kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. SMP di Jakarta lagi, masuk Taman
Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di sekolah Taman Madya, ia
tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia
mengancam, “Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!” Lulus SMP ia
melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi Bank
Jakarta, tapi tidak tamat.
Benyamin
mengaku tidak punya cita-cita yang pasti. “Tergantung kondisi,” kata penyanyi
dan pemain film yang suka membanyol ini. Benyamin pernah mencoba mendaftar
untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya.
Ia
akhirnya menjadi pedagang roti dorong. Pada 1959, ia ditawari bekerja di
perusahaan bis PPD, langsung diterima . “Tidak ada pilihan lain,” katanya.
Pangkatnya cuma kenek, dengan trayek Lapangan Banteng - Pasar Rumput. Itu pun
tidak lama. “Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi
melulu,” tuturnya. Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi
karcis tidak diberikan.
Ia
sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa. Sialnya, tertangkap
basah ketika ada razia. Benyamin tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD.
Kabur, daripada diusut.
Baru
setelah menikah dengan Noni pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli 1979, tetapi
rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali menekuni musik. Bersama
teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy. Benyamin
nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin
terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.
Sebenarnya
selain menekuni dunia seni, Benyamin juga sempat menimba ilmu dan bekerja di
lahan yang ‘serius’ diantaranya mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan
dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya
(1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan
AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian
Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).
Dari
berkesenian, hidup Benyamin (dan keluarganya) berbalik tak lagi getir. Debutnya
Si Jampang, mengalir setelah itu Kompor Mleduk belakangan dinyanyikan ulang
oleh Harapan Jaya, Begini Begitu (duet Ida Royani), Nonton Bioskop (dibawakan
Bing Slamet) dan puluhan lagu karya Benyamin yang lain.
Tidak
puas dengan hanya menyanyi, Benyamin lalu main film. Diawali Honey Money and
Jakarta Fair (1970) lalu mengucur deras puluhan film lainnya. Seniman yang suka
‘mengomel’ bila melawak ini menjadi salah satu pemain yang namanya sering
digunakan menjadi judul film. Selain Benyamin tercatat diantaranya Bing
Slamet,Ateng, dan Bagio.
Judulnya,
antara lain Benyamin Biang Kerok (Nawi Ismail, 1972), Benyamin Brengsek (Nawi
Ismail, 1973), Benyamin Jatuh Cinta (Syamsul Fuad, 1976), Benyamin Raja Lenong
(Syamsul Fuad, 1975), Benyamin Si Abunawas (Fritz Schadt, 1974), Benyamin Spion
025 (Tjut Jalil, 1974), Traktor Benyamin (Lilik Sudjio, 1975), Jimat Benyamin
(Bay Isbahi, 1973), dan Benyamin Tukang Ngibul (Nawi Ismail,1975).
Dia
juga main di film seperti Ratu Amplop (Nawi Ismail, 1974), Cukong Blo'on
(Hardy, Chaidir Djafar, 1973),Tarsan Kota (Lilik Sudjio, 1974), Samson Betawi
(Nawi Ismail, 1975), Tiga Janggo (Nawi Ismail, 1976), Tarsan Pensiunan (Lilik
Sudjio, 1976), Zorro Kemayoran (Lilik Sudjoi, 1976). Sementara Intan Berduri
(Turino Djunaidi, 1972) membuat dirinya, dan Rima Melati, meraih Piala Citra
1973.
Benyamin
juga membuat perusahaan sendiri bernama Jiung Film - diantara produksinya
Benyamin Koboi Ngungsi (Nawi Ismail, 1975) - bahkan menyutradarai Musuh
Bebuyutan (1974) dan Hippies Lokal (1976). Sayang, usahanya mengalami
kemunduran, dan PT Jiung Film dibekukan tahun 1979.
Benyamin
tidak selalu menjadi bintang utama di setiap filmnya. Seperti layaknya semua
orang, ada proses dimana Benyamin "hanya" menjadi figuran atau paling
mentok menjadi aktor pembantu. Dalam hal ini, paling tidak ada dua nama yang
patut disebut, yaitu Bing Slamet dan Sjuman Djaya. Walau sudah merintis karir
sebagai "bintang film" lewat film perdananya, Banteng Betawi (Nawi
Ismail,1971) yang merupakan lanjutan dari Si Pitung (Nawi Ismail, 1970), tetapi
kedua nama besar itulah yang mempertajam kemampuan akting Benyamin.
Dalam
"berguru" dengan Bing Slamet, Benyamin tidak saja bekerja sama dalam
hal musik - seperti dalam lagu Nonton Bioskop dan Brang Breng Brong. Tapi dalam
hal film pun dilakoninya. Terlihat dengan jelas, di film Ambisi (Nya Abbas
Acup, 1973) -sebuah "komidi musikal" yang diotaki oleh Bing Slamet -
Benyamin menjadi teman sang aktor utama, Bing Slamet menjadi penyiar
Undur-Undur Broadcasting.
Di
film ini, sudah terlihat gaya "asal goblek" Benyamin yang penuh
improvisasi dan memancing tawa. Di sini, dia berduet dengan Bing Slamet lewat
lagu Tukang Sayur. Tetapi, sebenarnya, setahun sebelumnya, Benyamin juga diajak
ikutan main Bing Slamet Setan Djalanan (Hasmanan, 1972). Karena itulah, saat
sahabatnya itu wafat pada 17 Desember 1974, Benyamin tak dapat menahan
tangisnya.
Dengan
Sjuman Djaya, Benyamin diajak main Si Doel Anak Betawi (Sjuman Djaya, 1973).
Dirinya menjadi ayah si Doel, yang diperankan oleh Rano Karno kecil. Perannya
serius tapi, seperti stereotipe orang Betawi, kocak dan tetap "asal
goblek".
Adegan
terdasyat film ini adalah saat pertemuan antara abang-adik yang diperankan oleh
Benyamin dan Sjuman Djaya sendiri, terlihat ketegangan dan kepiawaian akting
keduanya yang mampu mengaduk-aduk emosi penonton. Talenta itu direkam oleh ayah
dari Djenar Maesa Ayu dan Aksan Syuman, dan dua tahun kemudian Benyamin pun
main film sekuelnya, Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya, 1975). Kali ini
Benyamin menjadi bintang utamanya, dan meraih Piala Citra.
Yang
menarik, lebih dari dua puluh tahun kemudian Rano Karno membuat versi
sinetronnya. Castingnya nyaris sama: Rano sebagai Si Doel, Benyamin sebagai
ayahnya - selain theme song-nya dan settingnya yang hanya diubah sedikit saja.
Lagi-lagi Benyamin menjadi aktor pendukung, tapi kehadirannya sungguh bermakna.
Sebenarnya
ada satu lagi film yang dirinya bukan aktor utama, tetapi sangat dominan bahkan
namanya dijadikan subjudul atawa tagline: Benyamin vs Drakula. Film itu adalah
Drakula Mantu, karya si Raja Komedi Nyak Abbas Akub tahun 1974. Film bergenre
komedi horor itu "memaksa" Benyamin beradu akting dengan Tan Tjeng
Bok, si aktor tiga zaman. Begitulah, meski beberapa kali pernah tidak
"menjabat" sebagai aktor utama, tetapi kehadirannya mencuri perhatian
penonton saat itu.
Penyanyi
Beneran
Tahun
1992, saat sibuk main sinetron dan film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak
Sekolahan) Benyamin mengutarakan keinginannya pada Harry Sabar, "Gue mau
dong rekaman kayak penyanyi beneran."
Maka,
bersama Harry Sabar, Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Aditya, jadilah band
Gambang Kromong Al-Haj dengan album Biang Kerok. Lagu seperti Biang Kerok serta
Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut. Inilah band dan album terakhir
Benyamin.
"Di
lagu itu, entah kenapa, Ben menyanyi seperti berdoa, khusuk. Coba saja dengar Ampunan,"
jelas Harry, sang music director. "Mungkin sudah tahu kalau hidupnya
tinggal sebentar," imbuhnya. Memang betul, setelah album itu keluar,
Benyamin sakit keras, dan rencana promosi ditunda dan tak pernah lagi terwujud
kecuali beberapa pentas.
Di
album ini, Benyamin menyanyi dengan "serius". Tetapi, lagi-lagi,
seserius apa pun, tetap saja orang-orang yang terlibat tertawa
terpingkal-pingkal saat Benyamin rekaman lagu I’m a Teacher dan Kisah Kucing
Tua dengan penuh improvisasi. Sementara lagu Dingin Dingin Dimandiin dan Biang
Kerok bernuansa cadas. Dan Ampunanmu kental dengan progressive rock,
diantaranya nuansa Watcher of the Sky dari Genesis era Peter Gabriel.
Yang
menarik, masih menurut Harry, saat Benyamin menonton Earth, Wind, and Fire di
Amerika - saat menjenguk anaknya yang kuliah di sana - dia langsung komentar,
"Nyanyi yang kayak gitu, asyik kali ye?", dan nuansa itu pun hadir di
beberapa lagu di album itu, salah satunya dengan sedikit sentuhan Lady Madonna
dari The Beatles.
Benyamin
yang sudah tiga kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia seusai main
sepakbola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Ia bukan lagi
sekadar sebagai tokoh masyarakat Betawi, melainkan legenda seniman terbesar
yang pernah ada. Karena itu banyak orang merasa kehilangan saat dirinya
dipanggil Yang Maha Kuasa.
Dari
pelawak yang pernah tampil dalam variety show Benjamin Show sambil tour dari
kota ke kota sampai Malaysia dan Singapura ini muncul banyak idiom atau
celetukan yang sampai kini masih melekat di telinga masyarakat, khususnya warga
Jakarta. Sebut saja, aje gile, ma'di kepe, atau ma'di rodok, yang semuanya
lahir dari lidah Benyamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar