Biografi
Boediono
Prof. Dr. Boediono, M.Ec. (lahir di Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943; umur 66
tahun) adalah Wakil Presiden Indonesia yang
menjabat sejak 20 Oktober 2009. Ia
terpilih dalam Pilpres
2009 bersama pasangannya, presiden yang sedang menjabat, Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri
Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan
Direktur Bank Indonesia (sekarang setara Deputi Gubernur). Saat
ini ia juga mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada sebagai Guru Besar.[1] Oleh
relasi dan orang-orang yang seringkali berinteraksi dengannya ia dijuluki The
man to get the job done. [2]
Keluarga
Boediono beristrikan Herawati dan memiliki dua anak, Ratriana Ekarini dan Dios Kurniawan.
Pendidikan dan Penghargaan
Gelar Bachelor of Economics (Hons.) diraihnya dari Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian, gelar Master of Economics diperoleh dari Universitas
Monash. Pada tahun 1979, ia mendapatkan gelar S3 (Ph.D.) dalam bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas
Pennsylvania.
Ia mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana
tahun 1999[3] dan "Distinguished International Alumnus Award" dari University of Western
Australia pada tahun 2007[4]
Karir
Boediono pertama kali diangkat menjadi
menteri pada tahun 1998
dalam Kabinet Reformasi Pembangunan
sebagai Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional. Setahun kemudian, ketika terjadi
peralihan kabinet dan kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie
ke Abdurrahman Wahid, ia digantikan oleh Kwik Kian Gie.
Ia kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan
pada tahun 2001
dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal Ramli.
Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia membawa Indonesia
lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional
dan mengakhiri kerja sama dengan lembaga tersebut[5].
Oleh BusinessWeek, ia dipandang
sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam kabinet tersebut.[6].
Di kabinet tersebut, ia bersama Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti
dijuluki 'The Dream Team' karena mereka dinilai berhasil menguatkan stabilitas
makroekonomi Indonesia yang belum
sepenuhnya pulih dari Krisis Moneter 1998. Ia juga berhasil
menstabilkan kurs rupiah
di angka kisaran Rp 9.000 per dolar AS[7].
Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai
presiden, banyak orang yang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya,
namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar.
Menurut laporan, Boediono sebenarnya telah diminta oleh Presiden Yudhoyono
untuk bertahan, namun ia memilih untuk beristirahat dan kembali mengajar.
Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan
(reshuffle) kabinet pada 5 Desember
2005,
Boediono diangkat menggantikan Aburizal Bakrie
menjadi Menteri Koordinator bidang Perekonomian. Indikasi Boediono akan
menggantikan Aburizal Bakrie direspon sangat positif oleh pasar sejak hari
sebelumnya dengan menguatnya IHSG
serta mata uang rupiah.
Kurs rupiah menguat hingga dibawah Rp 10.000 per dolar AS. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) di BEJ juga ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2
persen) dan berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100[8].
Ini karena Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kala itu belum
didukung pemulihan sektor riil dan moneter.
Pada tanggal 9 April
2008,
DPR
mengesahkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia,
menggantikan Burhanuddin Abdullah. Ia merupakan calon
tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pengangkatannya
didukung oleh Burhanuddin Abdullah, Menkeu Sri Mulyani,
Kamar Dagang Industri atau Kadin,
serta seluruh anggota DPR
kecuali fraksi PDIP[9]
Ketika namanya diumumkan sebagai calon
wakil presiden mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada
bulan Mei 2009, banyak pihak yang tidak bisa menerima dengan berbagai alasan,
seperti tidak adanya pengalaman politik, pendekatan ekonominya yang liberal,
serta bahwa ia juga orang Jawa
(SBY juga orang Jawa). Namun demikian, ia dipilih oleh SBY karena ia sangat
bebas kepentingan dan konsisten dalam melakukan reformasi di bidang keuangan.
Pasangan ini didukung Partai Demokrat dan 23 partai lainnya, termasuk PKB, PPP, PKS, dan PAN. Pada Pemilihan Umum 8
Juli 2009, pasangan SBY-Boediono menang atas dua
pesaingnya, Megawati—Prabowo
dan Kalla—Wiranto.
Jabatan lain
-
Executive Board for Asia - Wharton
Advisory Boards, The Wharton School
of the University of Pennsylvania
[10]
Jabatan
politik
Boediono (bersama istri, Herawati),
berbincang dengan Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Bambang Sudibyo
sesaat setelah menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM.
Boediono menjadi calon wakil presiden
2009-2014 mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang
dideklarasikan 15 Mei 2009 di Sasana Budaya Ganesha kota Bandung.
Jika terpilih, dia akan menjadi wakil presiden pertama yang berlatar belakang
ekonomi dan non-partisan setelah Mohammad Hatta (wakil presiden pertama RI).
Dalam acara ini dirilis sistem ekonomi moralistik, manusiawi, nasionalistik
dan kerakyatan atau kemasyarakatan, [12].
Boediono berangkat ke Bandung dengan menggunakan kereta api regular Parahyangan
[13][14]
Pro dan Kontra
Baik sekarang sebagai calon wakil
presiden maupun ketika masih menjabat Menteri Keuangan, Menteri Koordinator
Ekonomi, ataupun Gubernur BI, kebijakan Boediono disikapi secara beragam oleh
berbagai kalangan.
- Pasar diprediksi akan sambut
positif pemilihannya sebagai calon wakil presiden[15][16][17].
- Beberapa pengusaha merasa sangat
yakin dengan kemampuan ekonominya, namun masih meragukan kemampuan
politiknya[18]
- Isu penentangan Boediono sebagai
cawapres yang lain adalah bahwa ia tidak mewakili tokoh partai, dan ia
bukan pula representasi dari partai politik Islam sebagaimana Gus
Dur-Mega, Mega-Hamzah Haz dan SBY-JK [19] [20]
- Undang-Undang Surat Berharga
Syariah Negara dan Perbankan Syariah berhasil diwujudkan ketika Boediono
menjabat Menteri Koordinator Perekonomian pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. [21] [22]
- Hendri Saparini, orang dekat Rizal Ramli[23][24], dan analis ekonomi-politik,
melihat Boediono, yang kini menjabat gubernur BI hendak membawa negara
Indonesia ke arah neoliberal. Indikasinya, utang negara secara nominal
bertambah Rp 400 triliun dalam periode 2004-2009.[25]. Walau demikian, perlu dicatat
bahwa sebenarnya rasio hutang(debt ratio) kita turun drastis dari 100% di tahun 1999, 56% di tahun 2004, dan tahun 2009 tinggal 30-35% [26] sekalipun nominal besarnya utang
kurang lebih sama selama periode 2003-2008[27]
- Pada saat menjabat sebagai Menteri
Keuangan pada Kabinet Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Boediono
menyatakan bahwa pada dasarnya subsidi bagi rakyat harus dihapus. Ketika
para petani tebu meminta proteksi, Boediono dengan menyarankan agar petani
tebu menanam komoditas lain bila tebu dinilai tidak menguntungkan, ini
dinilai sejumlah kalangan bertentangan dengan orientasi kemandirian
pangan. Tampaknya pendapat Boediono sejalan dengan Taufiq Kiemas, suami Megawati, yang
menyatakan bahwa subsidi seperti candu. [28]
- Kwik Kian Gie mengatakan,
Boediono memiliki peran penting dalam proses keluarnya kebijakan
pemerintah terkait penyelesaian BLBI. Pasalnya, Boediono saat itu
merupakan menteri keuangan pemerintahan Megawati yang tahu betul tata cara
penyelesaian utang bagi para obligor BLBI. Dia (Boediono) tahu seluk-beluk
ini (BLBI)[29][30]
- Sejumlah ekonom seperti Ekonom
UGM, Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro dan Chief Economist BNI, Tony Prasetiantono, menilai
tuduhan kepada Boediono sebagai figur yang mengusung neoliberalisme dan
titipan dari pihak asing sangatlah tidak berdasar. Boediono justru
termasuk orang yang dekat dengan almarhum Prof. Mubyarto, tokoh UGM yang terkenal dengan
gagasan ekonomi kerakyatan. Sepulang dari lulus PhD di Wharton School, University of Pennsylvania, Boediono turut membantu Prof. Mubyarto mengorganisasi Seminar Ekonomi
Pancasila saat Dies Natalis Fakultas Ekonomi UGM di Bulaksumur, September 1980. Ketika hasil seminar ini
dibukukan berjudul 'Ekonomi Pancasila' (penerbit BPFE Yogyakarta) tahun 1981, Boediono adalah editor buku
tersebut. 'Ekonomi Pancasila' inilah yang bertransformasi dan dikenal
sebagai 'Ekonomi Kerakyatan' belakangan ini. [31][32]
- Ekonom Faisal Basri juga menganggap tudingan
'neoliberal' dan 'antek IMF' pada Boediono sangat tidak berdasar. Ia
justru menganggap kinerja Boediono dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti di pemerintahan Megawati cukup mengesankan dalam
menstabilkan perekonomian Indonesia yang kacau kala itu. Boediono yang
masuk kembali ke pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pasca-reshuffle kabinet juga dinilai berhasil
menyelamatkan perekonomian Indonesia yang sempat mengalami kemunduran
dalam 2 tahun pertama Kabinet Indonesia Bersatu pra-reshuffle[33]
Karya
dan Publikasi
- Mubyarto, Boediono, Ace
Partadiredja. 1981. Ekonomi Pancasila. BPFE. Yogyakarta.
- Boediono. 2001. Indonesia
menghadapi ekonomi global. BPFE. Yogyakarta.
- Boediono. Strategi
Industrialisasi: Adakah Titik Temu ? Prisma Tahun XV, No.1.
(1986)
- The International Monetary Fund
Support Program in Indonesia: Comparing Implementation Under Three
Presidents. Bulletin of Indonesia Economic Studies, 38(3): 385-392,
December 2002.
- Kebijakan Fiskal: Sekarang dan
Selanjutnya?. dalam Subiyantoro dan S. Riphat (Eds.). 2004. Kebijakan
Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Peneribit Buku Kompas, 43-55
pp.
- Professor Mubyarto, 1938-2005.
Bulletin of Indonesian Economic Studies 41(2):159-162, August 2005.
- Stabilization in A Period of
Transition: Indonesia 2001-2004. dalam The Australian Government-The
Treasury, Macroeconomic Policy and Structural Change in East Asia:
Conference Proceedings, Sydney (2005), ISBN 0 642 74290 1, 43-48 pp.
- Managing The Indonesian Economy:
Some Lessons From The Past?. Bulletin of Indonesia Economic Studies,
41(3):309-324, December 2005.
Catatan
kaki
- Boediono Diangkat Menjadi Guru Besar UGM, KOMPAS, 22 September
2006
- Pak Bud, Ekonom yang Sederhana
- http://mgb.ugm.ac.id/detail.php?nama=Prof.%20Dr.%20Boediono,%20M.Ec.
- Suhendratio, Hendi. "Boediono Raih Penghargaan", detikFinance,
10 Mei 2007
- "Prof. Dr. Boediono, Ekonom Bertangan Dingin", TokohIndonesia.COM
- Profil di Business Week. Edisi 9-7-2003
- http://politik.vivanews.com/news/read/55382-mengenal_boediono
- http://www.detikfinance.com/read/2005/12/02/164503/491163/6/arsip.html
- http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&task=view&id=2068&Itemid=59
- http://www.wharton.upenn.edu/whartonfacts/advisory_boards/bdasia.cfm
- http://www.growthcommission.org/index.php?option=com_content&task=view&id=33&Itemid=130
- Boediono Janji Rilis Kebijakan Prorakyat
- Canda Tawa di Kereta Boediono Seharga Rp 52 Ribu/Orang
- Boediono Naik Parahyangan ke Bandung
- "Pasar Bakal Sambut Positif jika Boediono Cawapres", KOMPAS, 14 Mei 2009
- Gustia, Irna. "Paket SBY-Boediono Positif di Mata Pasar", detikFinance, 5 Mei 2009
- http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/05/13/277/219164/pasar-merespons-positif-boediono
- http://www.poskota.co.id/?p=2785
- PKS, PAN, dan PPP Tolak Boediono karena Tak Representasikan Islam
- PKS Temui SBY untuk Tagih Janji
- Selamat Datang UU Perbankan Syariah
- Meski Ambisius, Target Pertumbuhan Bank Syariah Bisa Dicapai
- http://www.hupelita.com/baca.php?id=15130
- http://www.korwilpdip.org/modules/smartsection/item.php?itemid=463
- http://capresindonesia.wordpress.com/2009/05/14/pan-tolak-boediono-karena-neoliberalis/ pan tolak-boediono karena neoliberalis
- http://www.kilasberita.com/kb-finance/ekonomi-a-moneter/4494-rasio-utang-indonesia-turun-jadi-34
- Nominal Utang Luar Negeri
- http://www.sinarharapan.co.id/berita/0804/17/sh03.html Pertanyaan untuk Prof Dr Boediono Ab-Kusuma Sinar
Harapan Kamis, 17 April 2008
- http://www.komisiyudisial.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1073%3ABoediono+Bisa+Dimintai+Keterangan&catid=1%3ABerita+Terakhir&Itemid=295&lang=in Boediono tahu seluk-beluk BLBI
- Kwik Tunjuk Budiono Bertanggungjawab Moril Soal BLBI. TempoInteraktif. Edisi 5-9-2007.
- Mudrajat Kuncoro: Tudingan Neoliberal ke Boediono Bermuatan Politis
- Prasetiantono, A Tony. Neoliberalisme.
Opini. KOMPAS. Rabu 27 Mei 2009. hlmn. 6
- http://faisalbasri.kompasiana.com/2009/05/14/pak-boed-yang-saya-kenal/
Referensi:
-
Arief Budiman, Sistem perekonomian
Pancasila dan ideologi ilmu sosial di Indonesia, Gramedia, (1989) ISBN 979-403-618-8
ISBN
978-979-403-618-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar