Biografi Aa
Gym (KH.ABDULLAH GYMNASTIAR)
A.
Keluarga Dan Masa
Mudanya
Bermula dari bandung, beliau lahir pada
hari senin tanggal 29 Januari 1962, beliau adalah putera tertua dari empat
bersaudara pasangan letnan kolonel (letkol) H. Engkus Kuswara dan Ny. Hj. Yeti
Rohayati. Saudara kandung lainnya adalah: Abdurrahman Yuri, Agung Gunmartin,
dan Fathimah Genstreed.
Aa Gym lahir dari keluarga yang dikenal
religius dan disiplin, meskipun religius tetapi pendidikan agama yang
ditanamkan oleh orang tuanya sebenarnya sama dengan keluarga lain pada umumnya,
akan tetapi disiplin ketat namun demokratis telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari pola hidupnya sejak kecil, karena ayahnya adalah seorang
perwira angkatan darat.
Sebgai putera seorang tentara, dia
bahkan pernah diamanahkan menjadi komandan resimen mahasiswa (menwa) Akademi
Teknik Jenderal Ahmad Yani, Bandung. “Disini kepanduan namanya, disiplin tidak
selalu berbentuk militerisasi, kami disini menegakkan disiplin tanpa kekerasan
dan kekasaran, tidak ada kekuatan tanpa disipin” ujar Aa seperti dikutip harian
Kompas (22/06/2000). Dan ternyata kekuatan yang semacam inilah yang justru
membuat dirinya dan dua orang adiknya memiliki rasa percaya diri, mampu hidup
prihatin, pantang menyerah, da kental dengan rasa kesetiakawanan.
Dimata Aa Gym sosok sang adik (Agung
Gunmartin) ternyata sangat berpengaruh. “Saya dapat pelajaran membuka mata hati
saya dari adik laki-laki saya yang lumpuh seluruh tubuhnya dalam menghadapi
maut” seperti yang dikutip harian Republika (07/05/2000). Dia tidak bisa
melupakan saat-saat bersama adiknya yang mengalami kelumpuhan total. “Kalau
kuliah saya menggendongnya” ungkapnya mengenang. Pernah suatu ketika Aa Gym
menanyakan kepada sang adik “mengapa sudah tidak berdaya masih terus kuliah?”
adiknya menjawab “kalau orang lain ibadahnya dengan berjuang, mudah-mudahan
keinginan saya untuk terus kuliah bernilai ibadah”. Pelajaran lain yang
diperoleh dari sang adik adalah dia tidak pernah mengeluh. Aa Gym masih ingat
sewaktu adiknya berkata “Kalau orang lain punya bekal untuk pulang dengan
berbuat sesuatu, saya ingin mengumpulkan bekal pulang dengan bersabar”.
Aa Gym mengaku bahwa guru pertamanya
adalah adiknya sendiri yang biasa dipanggil A Agung. “Saya bersyukur memperoleh
guru yang sosoknya seperti adik saya, guru saya adalah seorang yang lemah
fisiknya. Saya diajari bahwa saya haru menghargai dan memperhatikan orang-orang
yang lemah disekeliling saya”. Adik Aa Gym yang meninggal dipangkuannya inilah
yang membuat perubahan-perubahan yang sangat berarti dalam diri Aa Gym
selanjutnya.
Pada masa mudanya, selain menuntut ilmu
dan aktif berorganisasi, Aa Gym juga memiliki kegemaran berdagang. Dialah yang
memelopori pembuatan stiker-stiker barsablon yang menunjukkan kekuatan dan
keindahan Islam, dia juga pernah berjualan minyak wangi. Seraya tertawa dia
bercerita, pernah seharian suntuk ia membersihkan botol-botol minyak gosok PPO
untuk diisi minyak wangi hasil racikannya. Seluruh hasil kerja Aa Gym akhirnya
membuahkan hasil, dia kemudian dapat membeli 1 unit mobil angkutan kota
(angkot) dan kadang-kadang dia yang menjadi supirnya. Jika ada acara wisuda,
dia menjual baterai dan film, selain itu juga kadang-kadang dia mengamen dari
satu rumah makan ke rumah makan lainnya. “Sebenarnya tujuan saya mengamen ini
bukan untuk mencari uang, melainkan ingin berlatih dalam berhadapan dengan
orang lain, tapi ya lumayan juga dapat uang” ujarnya.
B.
Hubungan Antar
Saudara
Ayah
dan ibu sayalah yang mendidik saya untuk mengenal kedisplinan. Saya juga merasakan
bahwa saya senantiasa dilatih untuk memegang kesetiaan. Bila saya dan adik-adik
saya berkelahi, yang dihukum bukan satu orang tetapi semuanya. Mengapa? Ini
lantaran anak laki-lakinya berjumlah tiga orang dan satu lagi seorang wanita.
Keadaan
seperti itu sangat membekas di hati saya sehingga saya bersama saudara-saudara
kandung saya sulit sekali berpisah. Saya mengalami kesulitan untuk jauh dari
adik-adik saya. Maksud saya, jauh tidak secara fisik namun secara batin. Misalnya
secara batiniah, saya tidak rela adik-adik saya tidak memiliki rumah ataupun
kendaraan. Saya dan adik-adik ada keterikatan batin yang sangat tinggi.
Namun
demikian, saya dan adik-adik saya sangat menjaga harga diri masing-masing.
Adik-adik saya tidak ada yang berani meminta sesuatu kepada saya. Ini lantaran,
ya itu tadi, harga diri menjadi hal yang sangat ditekankan dalam menjalani
hidup.
Inilah
etika keluarga yang senantiasa kami junjung tinggi. Masing-masing dari kami
sangat menghormati hubungan kami yang dilandasi tidak saling meminta.Keadaan
seperti ini sungguh membekas didalam diri saya. Dan apa yang saya alami di
dalam keluarga saya ini saya terapkan di lingkungan pesantren saya.
Misalnya
saja, suatu ketika anak saya terlambat mendaftar untuk mengikuti pesantren
kilat di DT. Saya pun tidak ingin memanfaatkan posisi saya agar anak saya
diprioritaskan. Meskipun anak saya menangis, saya tetap tidak mau meminta anak
saya diizinkan untuk diterima.
C.
Aa Gym Sebagai Kepala
Keluarga
Abdullah Gymnastiar memang lebih
populer dipanggil Aa Gym, karena sebagian besar jama’ahnya adalah para pemuda,
Aa dalam bahasa sunda berarti kakak. Dari pernikahannya dengan Ninih
Muthmainnah Muhsin (cucu dari KH. Moh Tasdiqin –pengasuh pondok pesantren
Kalangsari, Cijulang, Ciamis Selatan-) Allah mengaruniakan enam orang anak
yakni; Ghaida Tsuraya, Muhammad Ghazi Al-Ghifari, Ghina Raudhatul Jannah,
Ghaitsa Zahira Shofa, Ghefira Nur Fathimah dan Ghaza Muhammad Al-Ghazali.
Anak-anaknya tersebut dididik dengan penuh disiplin dan religius, tetapi tetap
dalam suasana demokratis.
Dalam lingkungan keluarganya, Aa Gym
tampaknya berusaha menciptakan suasana yang enak dan egaliter agar istri dan
anak-anaknya dapat mengoreksi dirinya secara terbuka dan ikhlas. Seperti yang
dituturkan oleh Aa Gym sendiri bahwa seminggu sekali biasanya dia mengumpulkan
seluruh anggota keluarganya dan meminta mereka supaya menilai dirinya.
Rupanya bagi Aa Gym sendiri, kebiasaan
positif semacam ini harus dipupuk agar dapat membuat dirinya tidak anti kritik.
“Saya mencoba membuat diri saya terbuka dan dapat disoroti dari sudut manapun,
dan saya juga membutuhkan kritik untuk memperbaiki diri saya” ungkapnya dalam
salah satu wawancara.
Aa Gym kemudian berusaha melebarkan
proses penilaian diri kepada kalangan santri, orang-orang yang ada di sekelilingnya
dan para tetangga yang sehari-hari amat dekat dengannya. Mereka diminta agar
terus-menerus mengoreksi dirinya agar supaya tetap berada di jalur yang benar
dengan cara apapun. Aa Gym yakin bahwa semakin dirinya dapat dibuat terbuka dan
dapat menerima kritikan orang lain tanpa kedongkolan atau kejengkelan, maka
kemampuan dirinya akan semakin membaik dari hari ke hari.
Inilah barangkali akar-akar kultural
yang memberikan pengaruh fundamental yang cukup signifikan dalam diri Aa Gym,
sehingga ia bisa tampil menjadi sosok Kiai masa depan ummat yang bersifat
terbuka dan moderat seperti sekarang ini.
D.
Pendidikan Aa Gym
Latar belakang pendidikan formal Aa
Gym, apalagi bila dikaitkan dengan posisi dirinya sekarang ini tampak cukup
unik. Diawali dari SD (Sekolah Dasar) Sukarasa III Bandung, SMP (Sekolah
Menengah Pertama) 12 Bandung, SMA (Sekolah Menegah Atas) 5 Bandung, kemudian
dilanjutkan dengan kuliah selama satu tahun di Pendidikan Ahli Administrasi
Perusahaan (PAAP) Unpad, terakhir di Akademi Teknik Jenderal Ahmad Yani (kini
Universitas Ahmad Yani -Unjani-) hingga sarjana muda, waktu itu Aa Gym meraih
gelar Bachelor of Electrical Engineering. Sebenarnya Aa Gym ingin meneruskan
kuliahnya hingga S1, namun waktu itu ia sudah jarang kuliah dan dia tidak enak karena
tidak mengikuti prosedur yang semestinya.
Dari prestasi akademik beliau juga
masuk peringkat yng lumayan, misalnya waktu SD ia menjadi siswa berprestasi
kedua dengan selisih hanya satu angka dari sang juara. Dan sewaktu kuliah pun
nilai-nilai akademik Aa Gym tetap terjaga dengan baik sehingga beliau sempat
terpilih untuk mewakili kampusnya dalam pemilihan mahasiswa teladan. Dengan
kata lain, banyak prestasi yang diperoleh pada waktu remaja dan beranjak
sebagai pemuda. Di rumah Aa Gym berjejer rapi piala dan penghargaan lain akibat
prestasi Aa Gym tersebut.
Pada tahun 1990, Aa Gym telah diberi
amanah oleh jama’ahnya untuk menjadi ketua Yayasan Darut Tauhid, Bandung. Dari
sini terlihat bahwa secara formal Aa Gym sebenarnya tidak dibesarkan atau
dididik di lingkungan pesantren yang ketat ( terutama pesantren dalam
pengertian tradisional). Dalam kaitan ini Aa Gym mengakui ada hal-hal yag tidak
biasa dalam perjalanan hidupnya. “Secara syari’at memang sulit diukur bagaimana
saya bisa menjadi Aa yang seperti sekarang ini” ujarnya. “Akan tetapi,
lanjutnya, saya merasakan sendiri bagaimana Allah seolah-olah telah
mempersiapkan diri saya untuk menjadi pejuang di jalan-Nya”. Dengan hati-hati
dan tawadhu ia menuturkan pencarian jati dirinya yang diwarnai beberapa peristiwa
aneh yang mungkin hanya bisa disimak lewat pendekatan imani.
E.
Belajar kepada Adik
Di
rumah saya itu pulalah saya kemudian menjumpai adik saya yang nomer tida yang
keadaan fisiknya lemah sekali. Dimasa kecilnya, adik saya itu diambil sumsum tulang
belakangnya lantaran sakit. Kalau tak salah, sakit step. Jadi, adik saya itu
katanya mengalami pengeringan sumsum. Perlahan sekali mata adik saya menjadi
juling. Separuh tubuhnya kaku. Jalannya pun tidak normal, yaitu dengan
menggeserkan tubuhnya.
Disinilah
saya seperti menjumpai sebuah kehidupan yang lain daripada yang lain. Dibalik
segala kelemahannya sebagai manusia saya melihat adik saya itu sebagai orang
hebat. Diantara kita sekeluarga, adik saya itu paling shaleh. Pemahaman
agamanya, menurut saya terbaik diantara kami sekeluarga. Dan yang paling mengherankan
saya, dia itu bicaranya bagus. Pokoknya berbobotlah.
Saya
ini pernah menyabet juara pidato di kampus. Saya juga dikenal sebagai pembicara
yang mampu mempengaruhi orang lain. Namun, bila dibandingkan dengan adik saya, saya
kalah jauh. Kata-kata yang diucapkan adik saya ini lebih bersih ketimbang
kata-kata saya. Saya merasakan sekali adik saya ini memiliki daya gugah. Saya
heran sekali tentang ini.
Pokoknya,
kalau dia ngomong saya merasa kalah. Saya terus merenungkan tentang hal ini. Suatu
ketika, dia memberikan nasihat yang sangat mengesankan saya. Kalau tak salah,
dia berkata begini,"Aa itu tidak akan pernah bahagia, kecuali Aa mengenal
dan mencintai Allah. Dan Aa tidak akan pernah mencapai kemuliaan yang hakiki,
kecuali Aa mengenal dan meniru Rasulullah".
Sayalah
yang kemudian mengantar adik saya yang malah terus rajin kuliah di jurusan
Ekonomi Unpad. Saya senantiasa menggendongnya untuk menuju ruang kuliahnya.
Saya kemudian tidur satu kamar dengan adik saya ini. Dia tak kenal
menyerah,padahal keadaannya terus melemah. Duduk pun sudah tidak bisa.
Tangannya pun lama-kelamaan sudah susah bergerak. namun, semua itu tidak
menghalanginya untuk tidak tersenyum. Dia senantiasa menampakkan wajah yang
ceria.
Jadi,
dengan keadaan adik saya seperti itu saya bisa belajar banyak. Saya waktu itu
dipuji sana-sini. Saya merasakan sekali bahwa adik saya tiu jauh lebih besar daripada
saya. Apa yang sudah saya capai tampak kecil dibandingkan dengan kehidupan adik
saya.
Shalat
tajahud pun tidak pernah dilepasnya. Sayalah yang senantiasa menggendongnya
bila kami berdua akan ke mesjid. Meskipun untuk bernapas sudah susah sekali, dia
tetap mendisplinkan diri untuk ke mesjid. Sampai akhirnya dia meninggal di
pangkuan saya.
Dialah
guru saya yang pertama. Guru pertama saya ini adalah seorang yang cacat, yang
lumpuh, yang matanya juling, yang telinganya hampir tuli, yang tidak bergerak.
Lalu bagaimana mungkin saya meremehkan orang lain, bila guru saya sendiri lebih
muda daripada saya dan seorang yang tidak berdaya? Ini merupakan pelajaran yang
teramat berharga dari Allah SWT.
Dari
pengalaman berinteraksi dengan adik saya, yang merupakan guru pertama saya,
inilah saya kemudian mencari guru-guru yang lain. Jadi kalau masyarakat mau tahu
bagaimana Allah membimbing saya, ya Dia berika kepada saya guru yang jauh lebih
muda dari saya, orang yang lemah tak berdaya, orang yang cacat, lumpuh. Dan sekarang,
kalau saya didengar oleh begitu banyak orang, saya berharap pahalanya diberikan
kepada guru pertama saya itu.
F.
Peristiwa Yang
Merubah Jalan Hidup Aa Gym
Bermula dari sebuah pengalaman langka,
nyaris sekeluarga (Ibu, Adik dan Dirinya sendiri) pada suatu ketika dalam tidur
mereka secara bergiliran bertemu dengan Rasulullah SAW……Sang Ibu bermimpi
mendapati Rasulullah sedang mencari-cari seseorang………Pada malam yang lain
giliran salah seorang adiknya bermimpi Rasulullah mendatangi rumah mereka.
Ketika itu Ayahnya langsung menyuruh Gymnastiar, “Gym, ayolah temani Rasul”.
Ketika ditemui ternyata Rasul menyuruh Gymnastiar untuk menyeru orang-orang
agar mendirikan shalat. Beberapa malam setelah itu, Aa memimpikan hal yang
sama. dalam mimpinya, dia sempat ikut shalat berjama’ah dengan Rasulullah dan
keempat sahabat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) pada saat itu Aa Gym berdiri
disamping Ali, sementara Rasulullah bertindak sebagai imam. Namun sebelum mimpi
ini, terlebih dahulu ia bermimpi didatangi oleh seorang tua yang berjubah putih
bersih dan kemudian mencuci mukanya dengan ekor bulu merak yang disaputi madu.
Setelah itu, orang tua tersebut berkata, “Insya Allah kelak ia akan menjadi
orang yang mulia”. Aa Gym mengaku sulit melupakan mimpi yang ini.
Setelah peristiwa mimpi itu, Aa Gym
merasa mengalami guncangan batin, rasa takutnya akan perbuatan dosa membuat dia
berperilaku aneh dimata orang lain, misalnya sering Aa Gym menangis ketika ada
orang yang menyebut nama Allah, atau hatinya jengkel bila pagi tiba karena
sedang asyik bertahajjud. Melihat tingkah lakunya ini, orang tuanya bahkan
sempat menyarankan dirinya agar mengunjungi psikiater.
Salah satu pengalaman menarik yang
diungkapkannya belakangan ini berkaitan dengan masa-masa menjalani pengalaman
spiritual dulu adalah tentang kata “Allah” yang senantiasa tidak pernah lepas
dari bibirnya. Kata Aa Gym pula, sang istri dulu tertarik pada dirinya lantaran
dia sering mengucapkan “Bismillah” dan “Alhamdulillah”. Dengan kata lain, pada
masa-masa itu Aa Gym telah mengalami mabuk kepayang kepada Allah SWT.
Menurut Aa Gym setelah melalui proses
pencarian itu, dia bertemu dengan empat orang ulama yang sangat memahami
keadaannya. Seorang ulma sepuh yang pertama kali ditemuinya itu mengatakan
bahwa dia telah dikaruniai tanazzul oleh Allah, yakni proses secara langsung
dibukakan hatinya untuk mengenal-Nya tanpa proses riyadhoh. Sementara KH. Khoer
Affandi, seorang ulama tasawwuf terkenal dan juga pimpinan Pondok Pesantren
Miftahul Huda, Tasikmalaya, yang ditemuinya berdasarkan saran ulama sepuh yang
pertama kali ditemuinya tersebut mengatakan bahwa dirinya telah dikaruniai
ma’rifatullah. Dua ulama lain juga mengatakan hal yang serupa dengan ulama
tasawwuf diatas, keduanya adalah Ayah dan Kakek seorang wanita yang kini
menjadi pendamping hidupnya. Keempat ulama ini bagi Aa Gym, jasanya jelas tidak
dapat dilupakan karena telah memberi les kepadanya tanpa harus nyantri
bertahun-tahun lamanya.
“Mungkin berkat ilmu tersebut, lidah
dan pikiran saya dimudahkan oleh-Nya untuk menjelaskan sesuatu kepada
masyarakat” ujarnya. Memang diakui oleh Aa Gym sendiri, hampir setiap hari dia
dapat mengajar sekaligus belajar kepada banyak orang. Dia lebih sering menimba
ilmu dari lingkungan sekitarnya, terutama kepada orang-orang yang dijumpainya.
Dengan cara seperti itulah materi-materi yang disampaikan oleh Aa Gym bisa
sesuai dengan kehidupan dan perkembangan masyarakat pada saat itu.
G.
Karya-karya Aa Gym
Diantara tulisan lepas beliau adalah :
Getaran Allah di Padang Arafah, Indahnya Hidup Bersama Rasulullah, Nilai hakiki
Do’a, Seni Menata Hati Dalam Bergaul, Membangun Kredibilitas : Kiat Praktis,
Menjadi Orang Terpercaya, Seni Mengkritik dan Menerima Kritik, Mengatasi
Minder, Ma’rifatullah, Lima Kiat Praktis Menghadapi Persoalan Hidup, Bersikap
Ramah Itu Indah dan Mulia, Menuju Keluarga Sakinah, dll.
Referensi:
-
Dikutip dari buku: 'Aa Gym dan Fenomena
Daarut Tauhiid' penerbit Mizan hal 245-252
-
Aziz’s blog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar