Biografi Ahmad Dahlan
Oleh:
http://id.wikipedia.org
Nama
kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari
tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana
Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali
Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di
Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).
Adapun
silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH.
Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru
Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin
Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Pada
umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada
tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada
masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari
pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di
kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang
dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti
Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj
Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan
Safwan, 1991).
Disamping
itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la
juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan
juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan
Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai
Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Disamping
aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia
juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab
pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan
yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi
entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai
seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan
cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan
masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi
Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi
Muhammad SAW.
Pada
tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin
mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan
agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut
tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada
tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di
bidang pendidikan.
Gagasan
pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik
dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah
meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan
ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut
dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut.
Pada
tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan
pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus
1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya
boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul
kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya
dibatasi.
Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan
Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas
bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya,
maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di
Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.
Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang
mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Bahkan
dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan
untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari
Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya
Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub,
Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri,
Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan
pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan
tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang
dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari
masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain
berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah.
Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di
seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda
pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai
seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses
evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam
aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali
pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah
AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar