Ø
Pekerjaan yang paling baik
عَنْ رِفَاعَةَ بِنِ رَافِعٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله
عَلَيِهِ وَسَلَّمَ سَئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ عَمَلُ الرَّجُلِ
بَيْدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبِرُوْرٍ. (رواه البزار وصححه الحـاكم)
Artinya: “Dari Ripa’ah bin Ropi’, sesungguhnya Nabi SAW bertanya: pekerjaan
apakah yang paling baik? Seorang laki-laki berusaha dengan hasil usahanya
sendiri, dan setiap jual beli itu baik”. (HR. bazari dan sohih Hakim).
o Penjelasan isi hadits
Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya agar berusaha
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku
tangan saja atau berdoa mengharapkan rezeki datang dari langit tanpa
mengiringinya dengan usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula terlalu
mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah SWT. Dan tidak
mau berdoa kepada-Nya.
Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk
bekerja dan memanfaatkan berbagai hal yang ada di dunia untuk bekal hidup dan
mencari penghidupan di dunia, di antaranya :
$uZù=yèy_ur u$pk¨]9$# $V©$yètB ÇÊÊÈ
Artinya : “Dan kami
jadikan siang untuk mencari penghidupan,” (QS. An-Naba:11)
Ayat-ayat di atas pun menunjukkan bahwa kaum muslimin
yang ingin mencapai kemajuan hendahknya harus bekerja keras. Dalam bekerja,
sebaiknya ia menggunakan tangannya atau kemampuannya serta sesuai pula dengan
sendiri sebagaimana dijelaskan dalam hadis di atas adalah pekerjaan yang paling
baik.
Demikian
pula ampunan Allah SWT. senantiasa menyertai orang yang keletihan dalam mencari
rezeki, sebagaimana Rasulullah SAW. Bersabda :
مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى
مَغْفُوْرًا لَهُ. (رواه أحـمد)
Artinya : “Barang siapa merasa letih di dalam
hari karena bekerja, maka di malam itu ia diampuni.” (HR. Ahmad)
Selain itu, Islam pun menjamin
dan melindungi mereka yang mau bekerja keras dan menyuruh para majikan untuk
menghargai kerja keras orang yang bekerja padanya.
Di antara hikmah dari rezeki
yang dihasilkan melalui tangan sendiri adalah terasa lebih nikmat daripada
hasil kerja orang lain. Juga akan menumbuhkan hidup hemat karena merasakan
bagaimana payahnya mencari rezeki. Selain itu, ia pun tidak lagi menggantungkan
hidupnya kepada orang lain, yang belum tentu selamanya rida dan mampu membiayai
hidupnya.
Menurut Imam Al-Ghazali,
manusia dalam hubungannya dengan kehidupan dunia dan akhirat terbagi pada tiga
golongan.[1]
a.
Orang-orang yang
sukses atau menang, yakni mereka yang lebih
menyibukkan dirinya untuk kehidupan di akhirat daripada kehidupan dunia;
b.
Orang-orang yang
celaka, yakni mereka yang lebih menyibukkan dirinya untuk kehidupan
di dunia daripada kehidupan di akhirat.
c.
Orang yang berada
di antara keduanya, yakni mereka yang mau
menyeimbangkan antara kehidupan di dunia dan dikehidupan di akhirat.
Al-Faqih Abu Laits Samarqandi, [2] mengutip pendapat seorang
ahli hikmah, “Para pedagang yang tidak memiliki ketiga sifat di bawah ini, akan
menderita kerugian dunia dan akhirat :
a.
Mulutnya suci dari
bohong, laghwu (main-main/bergurau) dan sumpah;
b.
Hatinya suci dari
penipuan, khianat, dari iri;
c.
Jiwanya selalu
memlihara shalat Jum’at, shalat berjama’ah, selalu menimbah ilmu dan
mengutamakan rida Allah SWT, daipada lainnya.”
Tentu saja tidak hanya dalam
berjual beli yang harus diperhatikan kehalalanya dan kebersihannya, tetapi juga
dalam setiap kasab, hendaknya menjadikan kehalalan dan kebersihan
sebagai standar utama dalam mencari rezeki karena bagaiamanapun juga, Allah
SWT, akan meminta pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Menurut AL-Faqih Abu Laits
Samarqandi :[3]
“Orang yang mengiginkan (usaha, harta) yang halal, ia harus memelihara lima perkara,
yaitu :
a.
Tidak menunda
kewajibannya sebagai hamba Allah;
b.
Tidak ada seorang
pun yang merasa dirugikan atau diganggu akibat usahanya;
c.
Memelihara
kehormatan (harga) diri dan keluarga, bukan semata menghimpun harta
sebanyak-banyaknya;
d.
Tidak membinasakan
(memaksakan) diri dalam usaha; dan
e.
Tidak beranggapan
bahwa rezekinya diperoleh dengan usahanya, melainkan datang langsung dari Allah
SWT., sedangkan bekerja/usaha semata hanya faktor penyebab datangnya rezeki.”
Ø Hadits tentang larangan meminta-minta
ü حَدِيْثُ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ الله عَنْـهُمَا، أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ
وَذَكَرَ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وَالْمَسْئَلَةَ : اَلْيَدُالْعُلْيـَا
خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، فَالْيَدُ اْلعُلْـيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ
وَالسُّفْلَى هِيَ الَسَّـائِلَةُ. (أخرجه البخـارى فى : 24 كتاب الزكاة : 18 –
لاصدفة الا عن ظهر غنى).
ü حَدِيْثُ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِىَ الله ُعَنْهُ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَلْيَدُ العُلْيَـا خَيْرٌ
مِنَ الْيَدِ الْسُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ
ظَهْرِ غَنىً وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ الله ُوَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ
الله ُ(أخرجه البخـارى فى : 24 كتاب الزكاة : 18. لاصدقة الاعن ظهر غنى)
ü حَدِيْثُ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ:
قَـالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : َلأَنْ يَحْتَطِبَ
أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْـأَلَ أَحَدًا
فَيُعْطِيَهُ أَوْيَمْنَعَهُ. (أخرجه البخـاري : 32- كتاب البيوع : 15- باب كسب
الرجل وعمله بيده)
Artinya:
1.
“Ibnu Umar r.a. berkata, “Ketika Nabi SAW, berkotbah di
atas mimbar dan menyebut sedekah dan meminta-minta, beliau bersabda, “Tangan
yang di atas lebih baik daripada tangan yagn dibawah, tangan yang di atas
memberi dan tangan yang di bawah meminta.”
2.
Hakim bin Hazim berkata, “Nabi SAW, bersabda, “Tangan
yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, dan dahulukan keluargamu
(orang-orang yang wajib kamu beri belanja), dan sebaik-baiknya sedekah itu dari
kekayaan (yang berlebihan), dan siapa yang menjaga kehormatan diri (tidak
minta-minta), maka Allah akan mencukupinya, demikian pula siapa yang beriman
merasa sudah cukup, maka Allah akan membantu memberinya kekayaan.”
(Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam “Kitab Zakat,” bab “Tidak
ada zakat kecuali dari orang yang kaya.”)
3.
“Abu Hrairah r.a. berkata : Rasulullah SAW, bersabda,
Jika seorang itu pergi mencari kayu, lalu diangkat seikat kayu di atas
punggunya (yakni untuk dijual di pasar), maka itu lebih baik bagimu daripada
minta kepada seseorang baik diberi atau ditolak.”
(Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab; “Jual Beli
Buyu” bab “Kasab seorang laki-laki dan bekerja dengan tangan sendiri.”)
o Penjelasan isi hadits
Islam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan memiliki badan
yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, melainkan hanya menggantungkan
kehidupanya pada orang lain. Misalnya, dengan cara meminta-minta. Keadaan
seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat umat Islam yang mulia dan memiliki
kekuata, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya :
¬!ur äo¨Ïèø9$# ¾Ï&Î!qßtÏ9ur úüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur ÇÑÈ
Artinya : “……Kekuatan
itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin……,”
Dengan demikian, seorang peminta-minta, yang sebenarnya mampu mencari kasab
dengan tangannya, selain telah merendahkan dirinya, ia pun secara tidak
langsung telah merendahkan ajaran agamanya yang melarang perbuatan tersebut.
Bahkan ia dikategorikan sebagai kufur
nikmat karena tidak menggunakan tangan dan naggota badannya untuk berusaha
dan mencari rezeki sebagaimana syara’. Padahal Allah pasti memberikan rezeki
kepada setiap makhluk-Nya yang berusaha.
Dalam ketiga hadis di atas dinyatakan secara tegas bahwa tangan orang yagn
di atas (pemberi sedekah) lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang
diberi). Dengan kata lain, derajat pemberi lebih tinggi daripada derajat
peminta-minta.
Orang yang tidak meminta-minta dan menggantungkan hidup kepada oran glain
meskipun hidupnya serba kekurangan, lebih terhormat dalam pandangan Allah SWT.
Ø Ujian Allah Terhadap Muslim Yang Taat
حديث عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَا، زَوْجِ النَّبِيِّ
صَلَّى الله ُعَلَيْهَ وَسَلَّمَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَامِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ، إِلاّ َكَفَّرَ
الله ُبِـهاَ عَنْهُ. حَتىَّ الشَّوْكَةِ يُشَـاكُهَا. (أخرجه البخارى فى : 75-
كتاب المرضى : 1- باب ما جاء فى كفـارة المرض).
حديث أَبِيْ سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ وَأَبِى هُرَيْرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ الله صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَايُصِبُ الْمُسْلِمَ
مِنْ نَصِبِ، وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ، وَلاَ حُزْنٍ، وَلاَأَذًى، وَلاَغَمٍّ،
حَتىَّ الشَّوْكَةِ يُشَـاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ الله ُبِـهَا مِنْ خَطَايَاهُ.
(أخرجه البخارى فى : 75- كتاب المرضى : 1- باب ما جاء فى كفـارة المرض).
Artinya:
1. Aisyah berkata,
Rasulullah SAW. Bersabda: tiada musibah yang menimpa pada seorang Muslim
melainkan Allah akan menghapus dosanya dengan musibah itu, walaupun hanya duri
yang mengenainya. (HR.
Bukhari, Muslim).
2. Abu Sa’id dan Abu Hurairah ra. Keduanya berkata:
Nabi SAW. Bersabda tiada sesuatu yang menimpa seorang muslim berupa lelah
(cape) atau penyakit, atau kerisauan, kesedihan , gangguan, sampaipun duri yang
mengenainya melainkan Allah akan menjadikan semua itu sebagai penebus dosa. ( HR. Bukhari,
Muslim).
o
Penjelasan isi
hadits
Sebelum
seorang hamba dinaikan derajatnya dihadapan Allah, maka Allah SWT. Senantiasa
menguji hambanya terlebih dahulu untuk membuktikan ketaatanya, apakah dengan
ujian yang Allah berikan itu manusia akan tetap istiqomah, ataukah sebaliknya
dengan ujian yang diberikan Allah akan membuatnya tambah kufur terhadap Allah.
Maka dengan demikian jelaslah, tidaklah mudah menjadi muslim yang benar-benar
taat terhadap Allah swt, karena sebelumnya kita akan senantiasa dihadapkan
dengan beraneka ragam ujian yang diberikan oleh Allah SWT.
Kedua
hadits diatas setidakanya memberikan gambaran kepada kita, khususnya kepada
hamba-hamba yang tengah mengalami ujian yang sangat berat, bahwa setiap ujian
yang diberikan Allah kepada Muslim yang ta’at, itu semata-mata sebuah kifarat
terhadap dosa yang pernah dia lakukan terhadap Allah. Jadi jika kita diberikan
ujian yang sangat besar dan berat untuk dijalaninya, itu semata-mata akan Allah
jadikan sebagai penebus dosa yang pernah dilakukannya kepada Allah SWT. Bukan
berarti dibalik ujian itu tidak tekandung hikmah, akan tetapi sebaliknya banyak
sekali hikmah yang terkandung dalam perjalanan menghadapi ujian tersebut, diantaranya:
kita semakin menyadari bahwa diri kita hanyalah hamba yang kecil dihadapan
Allah, kita tidak dapat berbuat apa-apa melainkan dengan ijin dan kehendak
Allah SWT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar