Nama
Pena: WS Rendra
Nama
Asal: Willibrordus Surendra Broto Rendra
Tempat
Lahir: Solo, Jawa Tengah.
Tarikh
Lahir: 7 November 1935.
Nama
Setelah Memeluk Islam:Wahyu Sulaiman Rendra
Agama:
Islam
Memeluk
Islam : 12 Ogos 1970
Seniman
ini mengucapkan dua kalimat syahadah pada hari perkahwinannya dengan Sitoresmi
pada 12 Ogos 1970, dengan disaksikan dua lagi tokoh sastera Taufiq Ismail dan
Ajip Rosidi.
Gelaran:
Si Burung Merak
Julukan
si Burung Merak bermula ketika Rendra dan sahabatnya dari Australia berlibur di
Kebun Binatang Gembiraloka, Yogyakarta. Di kandang merak, Rendra melihat seekor
merak jantan berbuntut indah dikerubungi merak-merak betina. “Seperti itulah
saya,” tutur Rendra spontan. Kala itu Rendra memiliki dua isteri, iaitu Ken Zuraida
dan Sitoresmi.
Tarikh
Meninggal Dunia : Khamis, 6 Ogos 2009 pukul
22.10 WIB di RS Mitra Keluarga, Depok.
Dimakamkan
selepas solat Jumaat 7 Ogos 2009 di TPU Bengkel Teater Rendra, Cipayung,
Citayam, Depok.
Isteri:
-
Sunarti Suwandi (Nikah 31 Mac 1959 dikurniakan lima anak:
Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara
Sinta. Cerai 1981)
-
Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat (Nikah 12 Ogos
1970, dikurniakan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan
Rachel Saraswati. Cerai 1979)
-
Ken Zuraida (dikurniakan dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam
Supraba).
Pendidikan:
-
SMA St. Josef, Solo
-
Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta
-
American Academy of Dramatical Art, New York, USA (1967)
Sebahagian
Karya-Karya Rendra:
Drama
-
Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
-
Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata) SEKDA (1977)
-
Selamatan Anak Cucu Sulaiman Mastodon dan Burung Kondor
(1972)
-
Hamlet (terjemahan karya William Shakespeare)
-
Macbeth (terjemahan karya William Shakespeare)
-
Oedipus Sang Raja (terjemahan karya Sophokles)
-
Lisistrata (terjemahan)
-
Odipus di Kolonus (terjemahan karya Sophokles),
-
Antigone (terjemahan karya Sophokles),
-
Kasidah Barzanji
-
Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan karya Jean
Giraudoux) Panembahan Reso (1986)
-
Kisah Perjuangan Suku Naga
Puisi
-
Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
-
Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
-
Blues untuk Bonnie
-
Empat Kumpulan Sajak
-
Jangan Takut Ibu
-
Mencari Bapak
-
Nyanyian Angsa
-
Pamphleten van een Dichter
-
Perjuangan Suku Naga
-
Pesan Pencopet kepada Pacarnya
-
Potret Pembangunan Dalam Puisi
-
Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
-
Rick dari Corona
-
Rumpun Alang-alang
-
Sajak Potret Keluarga
-
Sajak Rajawali
-
Sajak Seonggok Jagung
-
Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
-
State of Emergency
-
Surat Cinta
-
Pranala luar
Kegiatan
Lain:
Anggota
Persilatan PGB Bangau Putih
Penghargaan:
-
Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian
Kesenian Departemen
-
Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
-
Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
-
Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional
(1957)
-
Anugerah Seni dari Departemen P & K (1969)
-
Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
-
Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975)
-
Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1976)
-
Penghargaan Adam Malik (1989)
-
The S.E.A. Write Award (1996)
-
Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Biodata:
WS
Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu
Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa
Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional;
sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga
remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Rendra dilahirkan di
Solo, 7 November 1935. Beliau mendapat pendidikan di Jurusan Sastera Barat
Fakultas Sastra UGM (tidak tamat), kemudian memperdalam pengetahuan mengenai
drama dan teater di American Academy of Dramatical Arts, Amerika Syarikat
(1964-1967).
Sekembali
dari Amerika, beliau mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada 1967 dan
sekaligus menjadi pemimpinnya. Pada perkembangannya, Bengkel Teater dipindahkan
oleh Rendra ke Depok.
Tahun
1971 dan 1979 dia membacakan sajak-sajaknya di Festival Penyair International
di Rotterdam. Pada tahun 1985 beliau mengikuti Festival Horizonte III di Berlin
Barat, Jerman. Kumpulan puisinya; Ballada Orang-orang Tercinta (1956), 4
Kumpulan Sajak (1961), Blues Untuk Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua
(1972), Potret Pembangunan dalam Puisi (1980), Disebabkan Oleh Angin (1993),
Orang-orang Rangkasbitung (1993) dan Perjalanan Aminah (1997).
Puisi
Terakhir WS Rendra
Aku
lemas
Tapi
berdaya
Aku
tidak sambat rasa sakit atau gatal
Aku
pengin makan tajin
Aku
tidak pernah sesak nafas
Tapi
tubuhku tidak memuaskan untuk punya posisi yang ideal dan wajar
Aku
pengin membersihkan tubuhku dari racun kimiawi
Aku
ingin kembali pada jalan alam
Aku
ingin meningkatkan pengabdian kepada Allah
Tuhan,
aku cinta padamu
~
Allahyarham Rendra menulis puisi ini saat ia terbaring di rumah sakit Mitra
Keluarga, Depok, 31 Julai lalu.
Pemergian
Rendra
Penyair
ternama WS Rendra atau lebih terkenal dengan panggilan ‘Burung Merak’ meninggal
dunia pada usia 74 tahun di Hospital Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat, pukul
10 malam Khamis 6 Ogos 2009.
Penyair
dan pelakon drama yang nama penuhnya Wahyu Sulaiman Rendra meninggalkan 11
orang anak hasil daripada tiga pernikahannya.
Rendra
terkenal dengan sajak-sajaknya yang penuh dengan sindiran dan kritikan cukup
mahir memainkan emosi penonton ketika melakukan persembahan.
Beliau
yang lebih akrab dipanggil Willy mencurahkan sebahagian besar hidupnya terhadap
dunia sastera dan teater. Menggubah serta mendeklamasi puisi, menulis skrip
serta berlakon drama merupakan kemahirannya yang tidak ada bandingan.
Hasil
seni dan sastera yang digarap cukup dikenali oleh peminat seni tempatan mahupun
dari luar negara.
Allahyarham
bukanlah penyair biasa. Sajak dan puisinya padat dengan nada protes. Jadi tidak
hairanlah Kerajaan Indonesia pernah mengharamkan karya beliau daripada
dipersembahkan pada tahun 1978. Tidak hanya sajak dan puisi yang sering
menyebabkan rasa tidak puas hati kerajaan, bahkan dramanya yang terkenal
berjudul SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor juga menjadi sasaran.
Di
samping karya berbau protes, sasterawan kelahiran Solo, 7 November 1935 ini
juga sering menulis karya sastera yang menyuarakan kehidupan kelas bawahan
seperti puisinya yang berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta dan
puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya.
Beliau
mengasah bakat di dalam bidang tersebut sejak menuntut di Fakulti Sastera dan
Kebudayaan Universiti Gajah Mada. Pada ketika itu cerpennya disiarkan di
majalah seperti Mimbar Indonesia, Basis, Budaya Jaya dan Siasat.
Dia
juga menimba ilmu di American Academy of Dramatical Art, New York, Amerika
Syarikat. Sekembalinya dari Amerika pada tahun 1967, jejaka yang tinggi lampai
dan berambut panjang itu menubuhkan bengkel teater di Yogyakarta.
Tidak
lama bengkel teater tersebut dipindahkan ke Citayam, Cipayung, Depok, Jawa
Barat. Oleh kerana karya-karyanya yang begitu gemilang, Rendra beberapa kali
pernah tampil dalam acara bertaraf antarabangsa. Sajaknya yang berjudul Mencari
Bapak, pernah dibacakannya dalam acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-118
Mahatma Gandhi pada 2 Oktober 1987, di depan para undangan The Gandhi Memorial
International School Jakarta. Beliau juga pernah ikut serta dalam acara
penutupan Festival Ampel Antarabangsa 2004 yang berlangsung di halaman Masjid
Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, 22 Julai 2004.
Meskipun
sudah terkenal, ternyata masih banyak keinginan WS Rendra yang belum dipenuhi
dan semua dirakamkan dalam sebuah puisi yang dibuatnya beberapa hari sebelum Si
Burung Merak tersebut menghembuskan nafasnya yang terakhir.
“Dia
meninggalkan satu puisi, puisi itu menyebutkan bahawa masih banyak keinginannya
tetapi dia tidak mampu. Jadi semangat masih ada tapi dia tidak mampu mengatasi
situasi dirinya yang semakin lemah,” kata salah seorang sahabat Rendra,
sasterawan Jose Rizal Manua.
Puisi
itu dibuat Rendra tiga atau empat hari lalu ketika masih dirawat di hospital
dan puisi tersebut disampaikan oleh salah seorang anak perempuan Rendra.
Dari
segi perkahwinan – isteri pertama Rendra, Sunarti terlebih dahulu
meninggalkannya. Daripada perkahwinan dengan Sunarti, Rendra dikurniakan lima
orang anak iaitu Tedy, Andre, Clarasinta, Daniel Seta dan Samuel.
Sementara
isteri keduanya bernama Sitoresmi. Rendra memiliki empat orang anak hasil
perkahwinan itu dan mereka ialah Yonas, Sara, Naomi dan Rachel. Namun Sitoresmi
dan Rendra akhirnya bercerai. Ken Zuraida adalah wanita terakhir yang dinikahi
Rendra dan memperolehi dua orang anak iaitu Isayasa Sadewa dan Mariam.
Kini
dunia seni kehilangan sosok Rendra, tetapi Si Burung Merak itu akan terus
menjadi inspirasi kepada generasi muda pencinta seni.
Entri
ini dikirim pada hari Selasa, 18 Disember 2007, 10:18 am dan diletakkan dalam
kategori Biografi Penyair,
WS Rendra. Anda boleh mengikuti
sebarang respons bagi entri ini melalui suapan RSS 2.0.
Anda boleh meninggalkan respons
atau menjejak balik
daripada tapak web anda.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar