Dalamnya
laut bisa diukur, tapi nasib orang siapa yang tahu. Itulah yang dialami KH
Arifin Ilham, 34 tahun. Sebagaimana pemuda pada umumnya, ia pun belum tahu akan
bekerja di mana dan menjadi apa setelah lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Nasional (Fisipol Unas) Jakarta.
Ternyata,
lewat proses gigitan ular, Allah SWT menjadikan anak muda ini memimpin majelis
zikir yang jamaahnya kini mencapai ribuan dari segala status. Memimpin majelis
zikir, menurutnya, merupakan sesuatu yang tak pernah terbayangkan ketika ia
menjadi mahasiswa, meskipun ia pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Darun
Najah (Jakarta Selatan) dan Pondok Pesantren As-Syafi'iyah (Jakarta Timur).
Alkisah,
pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 8 Juni 1969, ini termasuk
seorang penyayang binatang. Di rumah ibu angkatnya di Jakarta, ia banyak
memelihara binatamg, antara lain burung hantu, kera, dan ayam kate.
Awal
April 1997, ia diberi seekor ular hasil tangkapan warga kampung yang ditemukan
di semak belukar. Karena kurang hati-hati Arifin digigit binatang melata ini.
Namun, ia tidak menyadari kalau dirinya keracunan. Sewaktu dalam perjalanan
dengan mengendari mobil, ia pun merasakan sesuatu yang tidak biasa, tubuhnya
terasa panas, meradang, dan membiru.
Melihat
keadaan Arifin yang demikian, ibu angkatnya Ny Cut mengambil alih kemudi,
menuju rumah sakit terdekat. Namun, beberapa rumah sakit menolak dengan alasan
peralatan medis yang tidak memadai. Bahkan sejumlah dokter di beberapa rumah
sakit tersebut memvonis, umur Arifin tinggal satu persen. Karena sulitnya
mendapatkan pertolongan selama 11 jam, keadaan Arifin makin gawat.
Detak
jantungnya melemah. Melihat kondisi anak angkatnya yang makin parah, Ny Cut
mencoba mendatangi RS Saint Carolus (Jakarta Pusat). Alhmadulilah pihak rumah
sakit menerimanya. Arifin langsung ditempatkan di ruang ICU. Infus pun dipasang
di tubuhnya. Untuk membantu tugas paru-paru, jantung, dan hatinya yang telah
sangat lemah, dokter memasukkan beberapa batang selang ke mulutnya.
Dengan
pertolongan Allah, setelah satu bulan lima hari pihak rumah sakit menyatakan ia
telah melewati masa kritis dan memasuki masa penyembuhan. Walaupun kondisinya
telah jauh lebih baik, Arifin mengalami perubahan pada suaranya. Menurut
analisa dokter, hal ini disebabkan oleh pemasangan beberapa selang sekaligus
dalam mulutnya untuk waktu yang cukup lama.
Tapi
tidak ada yang mengetahui rencana Allah, justru dengan suaranya itu, Arifin
menjadi lebih mudah dikenal para jamaah hanya dengan mendengar suaranya.
Seperti diceritakan Arifin, selama masa kritis, ia mendapatkan pengalaman
spiritual yang sangat luar biasa. Di alam bawah sadarnya ia merasa berada di
sebuah kampung yang sangat sunyi dan sepi.
Setelah
berjalan-jalan sekeliling kampung, ditemuinya sebuah masjid, yang kemudian
dimasukinya. Di dalam masjid ternyata sudah menunggu tiga shaf jamaah dengan
mengenakan pakaian putih. Salah satu jamaah kemudian memintanya memimpin mereka
berzikir, mengingat Allah SWT.
Keesokan
harinya ia kembali bermimpi. Hanya saja sedikit berbeda. Kali ini ia merasa
berada di tengah kampung yang penduduknya berlarian ketakutan karena kedatangan
beberapa orang yang dianggap sebagai jelmaan setan. Melihat kehadirannya, para
penduduk pun berteriak dan meminta dirinya menjadi penolong mereka mengusir
setan-setan tersebut.
Hari
berikutnya ia kembali bermimpi. Kali ini ia diminta oleh seorang bapak untuk mengobati
istrinya yang sedang kesurupan. Mendengar permintaan bapak tersebut, Arifin
bergegas, tapi Allah berkehendak lain. Istrinya ternyata telah meninggal
sebelum sempat ditolong Arifin. Berbekal pengalaman-pengalaman gaib yang ia
alami, Arifin pun memantapkan hatinya untuk menjadi pengingat manusia agar
tidak lupa berzikir.
Banyak
kegiatan yang dilakukannya. Salah satu yang paling berkesan adalah memimpin
zikir untuk para narapidana di Cipinang. Menurut Arifin, kegiatan ini
memberikan dampak yang sangat dalam sehingga banyak di antara narapidana tidak
sanggup membendung air matanya, menyesali dosa-dosanya.
Meskipun
banyak hujatan, Arifin juga telah melakukan zikir di LP Nusakambangan, yang
antara lain juga diikuti oleh Tommy Suharto. Tahun 1998, Arifin mengisi ceramah
di sebuah rumah di kawasan Condet, Jakarta Timur. Di sinilah ia bertemu dengan
Wahyuniati Al-Waly, seorang muslimah yang taat, yang kemudian menjadi
pendampingnya.
Tidak
berapa lama setelah pertemuan itu, ia bermimpin di depan Ka'bah dengan Yuni
berdiri disampingnya dengan menggunakan baju putih bersih. Dengan penasaran,
pagi harinya ia menelpon Abah (panggilan Arifin untuk ayahnya), menanyakan
perihal mimpinya. Abahnya mengartikan bahwa Yuni adalah jodoh yang diberikan
Allah kepadanya. Maka keduanya pun naik ke pelaminan pada 28 April 1998.
Yuni
yang ternyata adik kelasnya di Fisipol Unas menilai sosok suaminya sebagai
seorang yang baik, romantis, penyayang, pintar, dan kuat landasan agamanya.
Ketika ditanya jadual acaranya yang demikian padat, Arifin dengan merendah
menyatakan, Alhamdulillah hingga kini ia masih diberikan kesempatan untuk
selalu shalat tahajud tiap pukul tiga pagi hingga subuh.
Sekalipun
ia tidur hanya sekitar tiga jam, tapi saat berada di kendaraan menuju tempat
acara zikir ia menyempatkan diri untuk tidur di mobil. Menurut Arifin, acaranya
sudah terisi hingga akhir Agustus mendatang. Ada satu hal yang dipegang oleh
dai kelahiran Banjarmasih ini, yakni memegang janji.
Karenanya,
tiga kali ia terpaksa menolak permintaan Sekretariat Negara agar berdakwah
bersama Presiden Megawati. ''Saya tidak mau kecewakan masyarakat yang telah
jauh hari menunggu-nunggu kedatangan saya,'' ujarnya. Arifin mengaku, menjelang
pemilu 2004 ini sudah ada parpol yang memintanya agar ia berkampanye untuk
partai tersebut. Bahkan ada dari partai besar, yang menjamin bahwa ia nantinya
paling sedikit akan menjadi anggota DPR.
''Tapi,
saya ingin sebagai rantai (tali) tasbih, yang dapat menampung semua umat,''
ujar dai yang tinggal di Depok sejak 1999 ini. Sikapnya untuk selalu menjadi
'rantai tasbih' itu ternyata 'berbuah manis'. Setiap acara zikir yang
dipimpinnya selalu dipadati jamaah dari berbagai kalangan dan status. Minimal,
pemandangan ini tampak ketika ia memimpin zikir di Masjid Al-Amr Bittaqwa di Perumahan
Mampang Indah II, Depok, Ahad (4/5) lalu.
Sejak
pukul 06.00 pagi, masjid yang hanya bisa menampung 500 orang itu sudah dipadati
jamaah. Mereka yang hadir belakangan lalu ditampung di tenda-tenda sekitar
masjid. Menjelang pukul 08.00, yang tampak adalah lautan manusia berwarna putih
warna kopiah dan busana sebagian besar jamaah. Tepat pukul delapan, Arifin
datang dan langsung menuju panggung di depan masjid.
Ia
didampingi Presiden Partai Keadilan Dr Hidayat Nurwahid, mantan KASAD Jenderal
(Purn) Harsono, Habib Abdurahman Semith yang datang bersama belasan kyai dari
Semarang, ketua Jamiatul Muslimin Indonesia Habib Husein Alhabsji, dan sejumlah
ulama lainnya. Berikutnya, selama dua jam, ribuan jamaah Majelis Zikir
Az-Zikra, nama yang diberikan Arifin untuk majelisnya, hanyut dan histeris
dalam ritual zikir.
Begitu
syahdunya acara zikir ini, tidak peduli pengusaha, artis, sutradara, dan
berbagai profesi yang datang ke acara itu dari berbagai tempat di Tanah Air,
meneteskan air mata. Bahkan banyak yang terisak-isak. Arifin sendiri terus
menyeka air matanya yang terus menerus mengalir dengan dua saputangan yang
dibawanya.
Namun,
menurut Arifin, tangis bukan termasuk ritual zikir. Zikir pun, katanya, tidak
juga sekadar duduk dan memanjatkan puja-puji kepada Allah SWT. ''Yang
terpenting dari zikir adalah, di dalam hati harus selalu ingat dan merasakan
kehadiran Allah SWT,'' jelas ayah dua anak ini. Arifin membagi zikir meliputi
empat hal.
Pertama,
zikir hati senantiasa mengingat Allah dalam hati. Kedua, zikir akal, yang
berarti mampu menangkap bahasa Allah dalam gerak alam semesta. Ketiga, zikir
lisan, yang berupa ucapan asma Allah terjemahan dari kata hati. Keempat, zikir
amal yang merupakan aplikasi takwa. Sedangkan anjurannya agar para jamaah
zikirnya berbusana putih-putih, Arifin mengemukakan filosofinya. Putih, kata
alumnus Fiskipol Unas ini, adalah warna yang melambangkan kesucian dan warna
yang sangat disukai Rasulullah SAW.alwi shahab/dokumentasi republika/Mei 2003.
Biodata
Nama:
H Muhammad Arifin Ilham
Kelharian:
Banjarmasin, 8 Juni 1969
Pendidikan:
-
Ponpes Daarul Najah (1983-1987) - Ponpes
Asyafi'iyah (1987 - 1989)
-
Fisipol Unas Pengalaman
Organisasi: Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI)
Prestasi:
-
Juara Lomba Pidato Bahasa Inggris ASEAN
-
Juara bulutangkis antar-Ponpes se Jabotabek
Istri: Wahyuniati Al-Waly (28 tahun)
Referensi:
-
Republika Newsroom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar