Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish
Shihab. Ia lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rapang, Sulawesi Selatan.[1] Ia
berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. KH.
Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir.
Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki
reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam
bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di
Ujungpandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi
swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin
Ujungpandang.
Ia juga tercatat sebagai mantan rektor
pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan IAIN 1972 – 1977.
Sebagai seorang yang berpikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan
adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu
dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jami’atul Khair, sebuah
lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-murid yang belajar di
lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran
Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki hubungan yang erat dengan
sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir.
Banyak guru-guru yang didatangkarn ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad
Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika.
Sebagai putra dari seorang guru besar,
Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang
studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama. Pada
saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan
berupa ayat-ayat al-Qur'an. Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan
kecintaan terhadap al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian
al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca
al-Qur’an, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam
al-Qur’an. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada al-Qur’an mulai
tumbuh.[2]
Pendidikan formalnya dimulai dari
sekolah dasar di Ujungpandang. Setelah itu ia melanjutkan ke sekolah lanjutan
tingkat pertama di kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis
al-Falaqiyah di kota yang sama. Untuk mendalami studi keislamannya, Quraish
Shihab dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo, pada tahun 1958 dan diterima di
kelas dua sanawiyah. Setelah itu, ia melanjutkan studinya ke Universitas
al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967
ia meraih gelar LC (setingkat sarjana S1). Dua tahun kemudian (1969), Quraish
Shihab berhasil meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul
“al-I’jaz at-Tasryri’i al-Qur'an al-Karim (kemukjizatan al-Qur'an al-Karim dari
Segi Hukum)”.
Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke
Ujungpandang oleh ayahnya yang ketika itu menjabat rektor, untuk membantu
mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis
dan kemahasiswaan sampai tahun 1980. Di samping mendududki jabatan resmi itu,
ia juga sering memwakili ayahnya yang uzur karena usia dalam menjalankan tugas-tugas
pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish Shihab diserahi berbagai
jabatan, seperti koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia
bagian timur, pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang
pembinaan mental, dan sederetan jabatan lainnya di luar kampus. Di celah-celah
kesibukannya ia masih sempat merampungkan beberapa tugas penelitian, antara
lain Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah Wakaf
Sulawesi Selatan (1978).
Untuk mewujudkan cita-citanya, ia
mendalami studi tafsir, pada 1980 Quraish Shihab kembali menuntut ilmu ke
almamaternya, al-Azhar, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur'an. Ia
hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini.
Disertasinya yang berjudul “Nazm ad-Durar li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah (Suatu
Kajian terhadap Kitab Nazm ad-Durar [Rangkaian Mutiara] karya al-Biqa’i)”
berhasil dipertahankannya dengan predikat summa cum laude dengan penghargaan
Mumtaz Ma’a Martabah asy-Syaraf al-Ula (sarjana teladan dengan prestasi
istimewa).
Pendidikan Tingginya yang kebanyakan
ditempuh di Timur Tengah, Al-Azhar, Cairo ini, oleh Howard M. Federspiel
dianggap sebagai seorang yang unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian
pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat. Mengenai hal ini ia
mengatakan sebagai berikut:
Ketika meneliti biografinya, saya
menemukan bahwa ia berasal dari Sulawesi Selatan, terdidik di pesantren, dan
menerima pendidikan tingginya di Mesir pada Universitas Al-Azhar, di mana ia
menerima gelar M.A dan Ph.D-nya. Ini menjadikan ia terdidik lebih baik
dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular
Indonesian Literature of the Quran dan, lebih dari itu, tingkat pendidikan
tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia unik bagi Indonesia pada
saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat. Dia
juga mempunyai karier mengajar yang penting di IAIN Ujung Pandang dan Jakarta
dan kini, bahkan, ia menjabat sebagai rektor di IAIN Jakarta. Ini merupakan
karier yang sangat menonjol.
Tahun 1984 adalah babak baru tahap
kedua bagi Quraish Shihab untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah
tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini
ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Quran di Program S1, S2 dan S3
sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia
juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode
(1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai
Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian
dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik
Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibauti
berkedudukan di Kairo.
Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota
Jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal
ini terbukti dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di
tengah-tengah masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk
menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih Al-Qur'an
Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa organisasi
profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim
se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan. Selanjutnya ia juga
tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, dan Pengurus
Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas
lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika:
Indonesian journal for Islamic Studies, Ulumul Qur 'an, Mimbar Ulama, dan
Refleksi jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta.
Di samping kegiatan tersebut di atas,
H.M.Quraish Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal.
Berdasar pada latar belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui
pendidikan formal serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan
gagasan dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan
pemikiran yang moderat, ia tampil sebagai penceramah dan penulis yang bisa
diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini ia lakukan di
sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan Fathullah, di
lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian Istiqlal serta di sejumlah
stasiun televisi atau media elektronik, khususnya di.bulan Ramadhan. Beberapa
stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV mempunyai program khusus selama
Ramadhan yang diasuh olehnya.
Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Qur'an di Indonesia, tetapi
kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur'an dalam konteks
masa kini dan masa modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada
pakar al-Qur'an lainnya.
Dalam hal penafsiran, ia cenderung
menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu
penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai
surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian
menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai
jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode
ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur'an tentang berbagai masalah
kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an sejalan dengan
perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.
Quraish Shihab banyak menekankan
perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku
pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat
difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya,
khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan al-Qur'an, tetapi
dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang
baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Qur'an tidak akan pernah berakhir.
Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan
perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap mengingatkan
perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Qur'an sehingga
seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Qur'an.
Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya
atas nama al-Qur'an.
Quraish Shihab adalah seorang ahli
tafsir yang pendidik. Keahliannya dalam bidang tafsir tersebut untuk diabdikan
dalam bidang pendidikan. Kedudukannya sebagai Pembantu Rektor, Rektor, Menteri
Agama, Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan,
menulis karya ilmiah, dan ceramah amat erat kaitannya dengan kegiatan
pendidikan. Dengan kata lain bahw ia adalah seorang ulama yang memanfaatkan
keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini ia lakukan pula melalui sikap dan
kepribadiannya yang penuh dengan sikap dan sifatnya yang patut diteladani. Ia
memiliki sifat-sifat sebagai guru atau pendidik yang patut diteladani.
Penampilannya yang sederhana, tawadlu, sayang kepada semua orang, jujur, amanah,
dan tegas dalam prinsip adalah merupakan bagian dari sikap yang seharusnya
dimiliki seorang guru.
Referensi :
-
Dewan
Redaksi, Suplemen Ensiklopedi Islam, 2, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1994), hlm. 110-112.
-
Howard
M. Federspiel, Kajian al-Qura’an di Indoensia: Dari Mahmaud Yunus hingga
Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1996), cet. 1, h. 295-299
-
http://ichwanzt.blogspot.com/2008/06/biografi-quraish-shihab.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar