Biografi Hamka (Haji Abdul
Malik Karim Amrullah)
Masa hidup HAMKA (Haji Abdul Malik bin
Abdul Karim Amrullah) tahun 1908-1981. Beliau adalah seorang ulama,
aktivis politik, sastrawan, politikus, filsuf, dan aktivis Muhammadiyah
Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17
Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Nama
pemberian Ayahnya adalah Abdul Malik.
Ibunya dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Syeikh Abdul Karim
bin Amrullah atau Haji Rasul, dari keluarga ulama dan seorang pelopor gerakan
pembaruan/modernis dalam Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau
sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
Sebutan Buya bagi HAMKA, panggilan untuk orang Minangkabau,
berasal dari kata abi. Abuya (bahasa Arab), yang berarti ayahku,
atau seseorang yang dihormati.
Beliau dibesarkan dalam tradisi Minangkabau. Masa kecil
HAMKA dipenuhi gejolak batin karena saat itu terjadi pertentangan yang keras
antara kaum adat dan kaum muda tentang pelaksanaan ajaran Islam. Banyak hal-hal
yang tidak dibenarkan dalam Islam, tapi dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari.
Putra HAMKA bernama H. Rusydi HAMKA, kader PPP, anggota
DPRD DKI Jakarta. Anak Angkat Buya Hamka adalah Yusuf Hamka, Chinese yang masuk Islam.
RIWAYAT
PENDIDIKAN
HAMKA di Sekolah Dasar Maninjau hanya sampai kelas dua. Ketika usia
10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami bahasa
Arab. HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang
diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid,
Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Sejak muda, HAMKA dikenal sebagai seorang pengelana. Bahkan
ayahnya, memberi gelar Si Bujang Jauh. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa
untuk menimba ilmu tentang gerakan Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto, Ki
Bagus Hadikusumo, RM Soerjopranoto, dan KH Fakhrudin. Saat itu, HAMKA mengikuti
berbagai diskusi dan training pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman,
Yogyakarta.
RIWAYAT KARIER
HAMKA bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di
Perkebunan Tebing Tinggi,
Medan.
Pada tahun 1929 di Padang Panjang,
HAMKA kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan
Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957- 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi
rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo,
Jakarta.
Sejak perjanjian Roem-Royen 1949, ia
pindah ke Jakarta dan memulai kariernya sebagai pegawai di Departemen
Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim. Waktu itu HAMKA sering memberikan
kuliah di berbagai perguruan tinggi Islam di Tanah Air.
Dari tahun 1951 hingga tahun 1960,
beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia.
Pada 26 Juli 1977 Menteri Agama
Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali, melantik HAMKA sebagai Ketua Umum Majlis Ulama
Indonesia tetapi beliau kemudian meletakkan jabatan itu pada tahun 1981 karena
nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
RIWAYAT ORGANISASI
HAMKA aktif dalam gerakan Islam
melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai
tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid’ah, tarekat dan kebatinan sesat di
Padang Panjang. Mulai tahun 1928 beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang
Panjang. Pada tahun 1929 HAMKA mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah
dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar.
Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera
Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun
1946. Pada tahun 1953, HAMKA dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat
Muhammadiyah.
AKTIVITAS
POLITIK HAMKA
Kegiatan politik HAMKA bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota
partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha
kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan
gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, HAMKA diangkat menjadi ketua
Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia.
Pada tahun 1955 HAMKA beliau masuk
Konstituante melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan
Raya Umum. Pada masa inilah pemikiran HAMKA sering bergesekan dengan mainstream
politik ketika itu. Misalnya,
ketika partai-partai beraliran nasionalis dan komunis menghendaki Pancasila
sebagai dasar negara. Dalam pidatonya di Konstituante, HAMKA menyarankan agar
dalam sila pertama Pancasila dimasukkan kalimat tentang kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluknyan sesuai yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Namun,
pemikiran HAMKA ditentang keras oleh sebagian besar anggota Konstituante,
termasuk Presiden Sukarno. Perjalanan politiknya bisa dikatakan berakhir ketika
Konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden Soekarno pada 1959. Masyumi kemudian diharamkan oleh
pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Meski begitu, HAMKA tidak pernah menaruh
dendam terhadap Sukarno. Ketika Sukarno wafat, justru HAMKA yang menjadi imam
salatnya. Banyak suara-suara dari rekan sejawat yang mempertanyakan sikap
HAMKA. "Ada yang mengatakan Sukarno itu komunis, sehingga tak perlu
disalatkan, namun HAMKA tidak peduli. Bagi HAMKA, apa yang dilakukannya atas dasar
hubungan persahabatan. Apalagi, di mata HAMKA, Sukarno adalah seorang muslim.
Dari tahun 1964 hingga tahun 1966,
HAMKA dipenjarakan oleh Presiden Soekarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa
dipenjarakan, beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah
terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, HAMKA diangkat sebagai anggota Badan
Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji
Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia.
Pada tahun 1978, HAMKA lagi-lagi
berbeda pandangan dengan pemerintah. Pemicunya adalah keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef untuk mencabut ketentuan libur selama
puasa Ramadan, yang sebelumnya sudah menjadi kebiasaan.
Idealisme HAMKA kembali diuji ketika tahun 1980 Menteri
Agama Alamsyah Ratuprawiranegara meminta MUI mencabut fatwa yang melarang
perayaan Natal bersama. Sebagai Ketua MUI, HAMKA langsung menolak keinginan
itu. Sikap keras HAMKA kemudian ditanggapi Alamsyah dengan rencana pengunduran
diri dari jabatannya. Mendengar niat itu, HAMKA lantas meminta Alamsyah untuk
mengurungkannya. Pada saat itu pula HAMKA memutuskan mundur sebagai Ketua MUI.
AKTIVITAS
SASTRA HAMKA
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, HAMKA
merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an,
HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan
Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi
editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan
menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. HAMKA juga pernah menjadi editor
majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
HAMKA juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif
seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5
jilid).
Pada 1950, ia mendapat kesempatan
untuk melawat ke berbagai negara daratan Arab. Sepulang dari lawatan itu, HAMKA
menulis beberapa roman. Antara lain Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah
Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Sebelum menyelesaikan
roman-roman di atas, ia telah membuat roman yang lainnya. Seperti Di Bawah
Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan Di
Dalam Lembah Kehidupan merupakan roman yang mendapat perhatian umum dan menjadi
buku teks sastera di Malaysia dan Singapura.
Setelah itu HAMKA menulis lagi di majalah baru Panji
Masyarakat yang sempat terkenal karena menerbitkan tulisan Bung Hatta berjudul
Demokrasi Kita.
AKTIVITAS KEAGAMAAN
Setelah peristiwa 1965 dan berdirinya pemerintahan Orde
Baru, HAMKA secara total berperan sebagai ulama. Ia meninggalkan dunia politik
dan sastra. Tulisan-tulisannya di Panji Masyarakat sudah merefleksikannya
sebagai seorang ulama, dan ini bisa dibaca pada rubrik Dari Hati Ke Hati yang
sangat bagus penuturannya. Keulamaan
HAMKA lebih menonjol lagi ketika dia menjadi ketua MUI pertama tahun 1975.
HAMKA dikenal sebagai seorang
moderat. Tidak pernah beliau mengeluarkan kata-kata keras, apalagi kasar dalam
komunikasinya. Beliau lebih suka memilih menulis roman atau cerpen dalam
menyampaikan pesan-pesan moral Islam.
Ada satu yang sangat menarik dari
Buya HAMKA, yaitu keteguhannya memegang prinsip yang diyakini. Inilah yang membuat
semua orang menyeganinya. Sikap independennya itu
sungguh bukan hal yang baru bagi HAMKA. Pada zamam pemerintah Soekarno, HAMKA
berani mengeluarkan fatwa haram menikah lagi bagi Presiden Soekarno. Otomatis
fatwa itu membuat sang Presiden berang ’kebakaran jenggot’. Tidak hanya
berhenti di situ saja, HAMKA juga terus-terusan mengkritik kedekatan pemerintah
dengan PKI waktu itu. Maka, wajar saja kalau akhirnya dia dijebloskan ke
penjara oleh Soekarno. Bahkan majalah yang dibentuknya ''Panji Masyarat''
pernah dibredel Soekarno karena menerbitkan tulisan Bung Hatta yang berjudul
''Demokrasi Kita'' yang terkenal itu. Tulisan itu berisi kritikan tajam terhadap konsep
Demokrasi Terpimpin yang dijalankan Bung Karno.
Ketika tidak lagi disibukkan dengan
urusan-urusan politik, hari-hari HAMKA lebih banyak diisi dengan kuliah subuh
di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan.
WAFATNYA
HAMKA
Pada tanggal 24 Juli 1981 HAMKA
telah pulang ke rahmatullah. Jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini
dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang
tokoh ulama dan sastrawan di negara kelahirannya, bahkan jasanya di seantero
Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.
PENGHARGAAN
Atas jasa dan karya-karyanya, HAMKA
telah menerima anugerah penghargaan, yaitu Doctor Honoris Causa dari
Universitas al-Azhar
Cairo (tahun 1958), Doctor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia
(tahun 1958), dan Gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari
pemerintah Indonesia.
PANDANGAN HAMKA TENTANG KESASTRAAN
Pandangan sastrawan, HAMKA yang juga
dikenal sebagai Tuanku Syekh Mudo Abuya Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim
Amrullah Datuk Indomo tentang kepenulisan. Buya HAMKA menyatakan ada empat
syarat untuk menjadi pengarang. Pertama, memiliki daya khayal atau imajinasi;
kedua, memiliki kekuatan ingatan; ketiga, memiliki kekuatan hapalan; dan
keempat, memiliki kesanggupan mencurahkan tiga hal tersebut menjadi sebuah
tulisan.
BUAH
PENA BUYA HAMKA
Kitab Tafsir Al-Azhar merupakan karya gemilang Buya HAMKA.
Tafsir Al-Quran 30 juz itu salah satu dari 118 lebih karya yang dihasilkan Buya
HAMKA semasa hidupnya. Tafsir tersebut dimulainya tahun 1960.
HAMKA meninggalkan karya tulis segudang. Tulisan-tulisannya
meliputi banyak bidang kajian: politik (Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,
Urat Tunggang Pancasila), sejarah (Sejarah Ummat Islam, Sejarah Islam di
Sumatera), budaya (Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi), akhlak (Kesepaduan Iman
& Amal Salih ), dan ilmu-ilmu keislaman
(Tashawwuf Modern).
Daftar Karya Buya
Hamka
- Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis
dalam huruf Arab.
- Si Sabariah. (1928)
- Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu
Bakar Shiddiq),1929.
- Adat Minangkabau dan agama Islam
(1929).
- Ringkasan tarikh Ummat Islam
(1929).
- Kepentingan melakukan tabligh
(1929).
- Hikmat Isra' dan Mikraj.
- Arkanul Islam (1932) di Makassar.
- Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
- Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932,
di Makassar.
- Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932
di Makassar.
- Mati mengandung malu (Salinan
Al-Manfaluthi) 1934.
- Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936)
Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
- Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
(1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
- Di Dalam Lembah Kehidupan 1939,
Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
- Merantau ke Deli (1940), Pedoman
Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
- Margaretta Gauthier (terjemahan)
1940.
- Tuan Direktur 1939.
- Dijemput mamaknya,1939.
- Keadilan Ilahy 1939.
- Tashawwuf Modern 1939.
- Falsafah Hidup 1939.
- Lembaga Hidup 1940.
- Lembaga Budi 1940.
- Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman
Jepang 1943).
- Majallah 'MENARA' (Terbit di
Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
- Negara Islam (1946).
- Islam dan Demokrasi,1946.
- Revolusi Pikiran,1946.
- Revolusi Agama,1946.
- Adat Minangkabau menghadapi
Revolusi,1946.
- Dibantingkan ombak
masyarakat,1946.
- Didalam Lembah cita-cita,1946.
- Sesudah naskah Renville,1947.
- Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga
Maret,1947.
- Menunggu Beduk berbunyi,1949 di
Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.
- Ayahku,1950 di Jakarta.
- Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
- Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
- Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
- Kenangan-kenangan hidup
1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.
- Kenangan-kenangan hidup 2.
- Kenangan-kenangan hidup 3.
- Kenangan-kenangan hidup 4.
- Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis
tahun 1938 diangsur sampai 1950.
- Sejarah Ummat Islam Jilid 2.
- Sejarah Ummat Islam Jilid 3.
- Sejarah Ummat Islam Jilid 4.
- Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1
1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.
- Pribadi,1950.
- Agama dan perempuan,1939.
- Muhammadiyah melalui 3
zaman,1946,di Padang Panjang.
- 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan
dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950).
- Pelajaran Agama Islam,1956.
- Perkembangan Tashawwuf dr abad ke
abad,1952.
- Empat bulan di Amerika,1953 Jilid
1.
- Empat bulan di Amerika Jilid 2.
- Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di
Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa.
- Soal jawab 1960, disalin dari
karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.
- Dari Perbendaharaan Lama, 1963
dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.
- Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan
Bintang, Jakarta.
- Islam dan Kebatinan,1972; Bulan
Bintang.
- Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.
- Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965,
Bulan Bintang.
- Ekspansi Ideologi (Alghazwul
Fikri), 1963, Bulan Bintang.
- Hak Asasi Manusia dipandang dari
segi Islam 1968.
- Falsafah Ideologi Islam
1950(sekembali dr Mekkah).
- Keadilan Sosial dalam Islam 1950
(sekembali dr Mekkah).
- Cita-cita kenegaraan dalam ajaran
Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970.
- Studi Islam 1973, diterbitkan oleh
Panji Masyarakat.
- Himpunan Khutbah-khutbah.
- Urat Tunggang Pancasila.
- Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.
- Sejarah Islam di Sumatera.
- Bohong di Dunia.
- Muhammadiyah di Minangkabau
1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang).
- Pandangan Hidup Muslim,1960.
- Kedudukan perempuan dalam
Islam,1973.
Aktivitas lainnya
- Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat, 1936-1942
- Memimpin Majalah Panji Masyarakat dari tahun 1956
- Memimpin Majalah Mimbar Agama
(Departemen Agama), 1950-1953
- Tafsir Al-Azhar Online
- E-buku Buya Hamka
- E-book Jalan Istiqomah Sang Legenda Buya Hamka
MUTIARA
BUYA HAMKA
FALSAFAH SEBAGAI PENJELASAN HIDUP
KESUSASTRAAN SEBAGAI NYANYIAN HIDUP
KESENIAN SEBAGAI PERHIASAN
HIDUP
TASAWUF SEBAGAI INTISARI
HIDUP
BAHKAN HIDUP YANG TINGGI
DAN PANJANG ADALAH YANG BERNILAI
BAHKAN MAUT SENDIRI PUN
ADALAH PATI HIDUP YANG BERNILAI
REFERENSI
1. Abu
Faiz. 2005. HAMKA, Berprinsip Tapi Lembut, (Online), (webmaster@oaseislam.com,
diakses Kamis, 24 Januari 2008, 15.30 WIB)
2. Liputan6.
2007. HAMKA, Ulama yang Penuh Warna, (Online), (www.udaunisumbar.com,
diakses Kamis, 24 Januari 2008, 15.30 WIB)
3. Muntohar.
2007. Buya Hamka. (Online), (muntohar.wordpress.com,
diakses Kamis, 24 Januari 2008, 15.30 WIB)
4. Prof. DR. Ir. Zoer'aini. 2002. Artikel tentang Buya, (Online),
(rantau-net@rantaunet.com,
diakses Kamis, 31 Januari 2008, 14.30 WIB)
5. Zaini
Hashimi. 2007. Hamka: Hilangnya Seorang Tokoh Ilmuan Islam, (Online), (tintapermata.blogspot.com,
diakses Kamis, 24 Januari 2008, 15.30 WIB)
6. .2005.
Napak Tilas ke Rumah Buya HAMKA, (Online), (http://www.mualaf.com, diakses Kamis, 24 Januari
2008, 15.30 WIB)
7. .2007.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, (Online), (http://id.wikipedia.org,
diakses Kamis, 24 Januari 2008, 15.30 WIB)
8. http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar