Oleh:
Wikipedia
Diponegoro
adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta.
Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan
(selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non
permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil
Bendoro Raden Mas Ontowiryo.
Menyadari
kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya,
Sultan Hamengkubuwana III untuk mengangkatnya menjadi raja. Beliau menolak
mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara
Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
Diponegoro
lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka
tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I
Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton
dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi
salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru
berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih
Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui
Diponegoro.
Perang
Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik
Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan
kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat
mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Sikap
Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan
rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari
Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat
itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan
menghadapi kaum kafir.
Semangat
"perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas
hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta,
Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.
Selama
perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta
gulden.
Berbagai
cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun
dipergunaan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa
menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830
16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo
Kamal, Bagelen, Purworejo. Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan
pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur
Jenderal Markus de Kock dari Batavia.
Lukisan
Persitiwa Pengkapan Pangeran Diponegoro oleh VOC28 Maret 1830 Diponegoro
menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan
dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro.
Tetapi
Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro
ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang,
dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April. 11 April 1830
sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah).
Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch.
30
April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih,
Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti
Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado. 3 Mei
1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan
ditawan di benteng Amsterdam.
1834
dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.
8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar.
Lokasi
makam Pangeran Diponegoro di Jl. Diponegoro Makassar, Sulawesi Selatan. Juli
2008 Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama
Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon
Progo dan Bagelen.
Ki
Sodewo memiliki ibu bernama Citrowati yang meninggal dalam penyerbuan Belanda.
Ki Sodewo kecil atau Bagus Singlon tumbuh dalam asuhan Ki Tembi, orang
kepercayaan Pangeran Diponegoro. Bagus Singlon atau Raden Mas Singlon atau Ki
Sodewo setelah remaja menyusul ayahnya di medan pertempuran. Sampai saat ini
keturunan Ki Sodewo masih tetap eksis dan salah satunya menjadi wakil Bupati di
Kulon Progo bernama Drs. R. H. Mulyono.
Setidaknya
Pangeran Diponegoro mempunyai 17 putra dan 5 orang putri, yang semuanya kini
hidup tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jawa, Sulawesi & Maluku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar