Saddam
Husein lahir pada tahun 1937di Tikrit. Kehidupan di Desanya teramat sangat
keras, pada masa kecilnya saddam seringkali keluar rumah dengan membekali diri
dengan senjata sebagai alat bela diri dikarenakan seringkali terjadi bentrokan
antar dengan teman sebayanya. Pada usia 16 Tahun Saddam sudah menjadi ketua
geng jalanan. Pada Usia 17 Tahun Saddam membunuh salah seorang saingan pamanya hingga
dipenjara 6 bulan. Pada Usia 19 Tahun sudah berkomplot untuk menumbangkan
monarki yang berkuasa dan pada usia 21 tahun melakukan percobaan pembunuhan
dengan menembak perdana menteri Irak dengan senapan Mesin.
Pada
usia 20 tahun ia terjun dalam dunia politik dengan bergabung dalam Partai
Baath. Saddam memainkan peran penting dalam kudeta yang dilakukan Partai Baath
terhadap Presiden Irak saat itu, Abdul Rahman Arif pada tahun 1968. Kudeta
tersebut dipimpin oleh ketua Partai Baath, Hasan Al Bakr, yang setelah kudeta
mengangkat diri sebagai presiden. Saddam pun diangkat sebagai wakil Hasan Al
Bakr dan menduduki posisi itu selama 15 tahun. Selama itu pula, Saddam
melakukan berbagai aksi represif terhadap rakyat Irak. Setelah semakin
berkuasa, Sadam pun menyingkirkan Hasan Al Bakr dan merebut posisi sebagai
presiden dan pemimpin Partai Baath.
Tak
lama setelah Sadam menjadi pemimpin partai Baath, dia melakukan pembersihan
besar-besaran dalam tubuh partai. Para penentangnya dibunuh. Para ulama
penentang Saddam juga dibunuh atau disiksa dalam penjara. Selama 35 tahun
menjadi pemimpin Partai Baath, dia melakukan berbagai pembunuhan massal
terhadap rakyat Kurdi di utara Irak dan rakyat Syiah di selatan Irak.
Sebagian
sejarawan meyakini, sejak sebelum kudeta tahun 1968, sesungguhnya Saddam sudah
menjalin hubungan dengan AS. Menurut mereka, Saddam setelah pembunuhan terhadap
Abdul Karim Qasim tahun 1959 melarikan ke Mesir dan di negara ini dia menjalin
hubungan dengan agen-agen CIA. Empat tahun kemudian, Saddam pun kembali ke
Irak.
Pelayanan
penuh Saddam terhadap Gedung Putih mulai terlihat mencolok di hadapan opini
umum sejak dia menjadi wakil presiden Hasan Al Bakr. Setelah dia menyingkirkan
Hasan Al Bakr yang tak lain sepupunya sendiri, dan meraih tampuk kepresidenan,
Saddam semakin meningkatkan kerjasamanya dengan Gedung Putih. Pelayanan
terbesar yang dilakukan Saddam terhadap kehendak para penguasa AS adalah
invasinya ke Iran pada tahun 1980, segera setelah kemenangan revolusi Islam
Iran. Revolusi Islam Iran telah menumbangkan raja boneka Amerika, Shah Pahlevi.
AS juga tidak bisa lagi mengeksploitasi kekayaan alam Iran sebagaimana yang
telah dilakukannya selama era pemerintahan Pahlevi. Itulah sebabnya AS
mendalangi serangan Saddam terhadap Iran.
Selain memberikan bantuan politik dan dana, negara-negara Barat itu juga
membantu Saddam dalam memproduksi senjata pembunuh massal yang digunakan dalam
menyerang Iran.
Menurut
data, selama era perang itu, AS dan negara-negara Barat lain, serta
negara-negara Arab, telah memberikan bantuan sebesar 120 milyar dollar kepada
Saddam. Periode perang delapan tahun Irak-Iran adalah periode keemasan hubungan
antara Saddam dan AS. Donald Rumsfeld pada tahun 1983 datang ke Irak untuk
berjumpa dengan Saddam dan menjanjikan bantuan keuangan. Robert Fisk wartawan
terkemuka dari AS menulis, "Pada zaman ketika Irak membeli gas kimia dari
AS, saya dengan mata kepala sendiri melihat bahwa Rumsfeld bersalaman dengan
Saddam.
Selama
perang delapan tahun Iran-Irak itu, bangsa Iran telah kehilangan nyawa puluhan
ribu warganya, mengalami kerugian materil ratusan milyar dollar, dan mengalami
ketertinggalan pembangunan selama bertahun-tahun. Selama perang, Saddam juga
menggunakan senjata dan bom kimia yang menyebabkan kematian puluhan ribu orang.
Hari ini, terdapat sekitar 45.000 orang Iran yang masih hidup dengan menanggung
berbagai penyakit akibat terkontaminasi senjata kimia. Setiap tahunnya,
pemerintah Iran mengeluarkan dana 37 juta dollar AS untuk merawat para korban
senjata kimia itu, namun tiap tahun pula banyak di antara mereka yang akhirnya
gugur syahid. Namun, berkat perlindungan Tuhan dan kegigihan bangsa Iran dalam
membela tanah air mereka, usaha Saddam dan negara-negara Barat untuk
menganeksasi Iran akhirnya menemui kegagalan.
Setelah
kalah dalam usahanya untuk menguasai Iran, Saddam pun mulai dikhianati oleh
sekutunya itu. Atas lampu hijau dari AS, pada tahun 1991 Saddam menyerang
Kuwait dengan tujuan menguasai ladang-ladang minyak di negeri itu. Namun,
segera setelah serbuan Saddam ke Kuwait, AS malah menggalang pasukan
multinasional untuk membela Kuwait. Tentu saja, pasukan Saddam yang memang
sudah lemah karena delapan tahun bertempur dengan Iran, dengan mudah bisa
dipukul mundur oleh AS dan sekutu-sekutunya. Kelemahan posisi Saddam dimanfaatkan
oleh sebagian bangsa Irak untuk memberontak dari diktator yang selama ini sudah
menyengsarakan mereka itu. Namun, lagi-lagi, Saddam berkonspirasi dengan AS.
Tiba-tiba serangan pasukan AS terhadap Saddam dihentikan sehingga Saddam bisa
berkonsentrasi merepresi warganya yang memberontak.
Namun tak lama kemudian, AS memimpin gerakan internasional untuk mengembargo
Irak. Tentu saja, yang sengsara akibat embargo ini adalah rakyat kecil. Mereka
kekurangan makan dan obat-obatan sementara Saddam dan para penguasa tetap hidup
sejahtera. Setelah 12 tahun menderita akibat embargo itu, rakyat Irak pada
tahun 2003 menghadapi penderitaan baru lagi, yaitu agresi AS ke wilayah mereka
dengan alasan untuk menggulingkan Saddam. Setelah Saddam terguling pun, hingga
hari ini AS dan Inggris tetap bercokol di negeri itu dan menimpakan penderitaan
tak terkira bagi rakyat Irak.
Berbagai
aksi AS ini, baik ketika mendukung Saddam dalam Perang Iran-Irak, membela
Kuwait dalam Perang Teluk, lalu kembali mendukung Saddam dalam menghentikan
pemberontakan warga Irak, kemudian datang ke Irak untuk menggulingkan Saddam,
menunjukkan jatidiri para penguasa AS. Mereka sama sekali tidak memikirkan
apapun selain kepentingan mereka sendiri. Dalam Perang Teluk, misalnya, AS
berbalik memusuhi Saddam dengan tujuan menekan negara-negara Teluk. Akibat
perang Teluk, negara-negara Teluk banyak yang membeli senjata dari AS karena
takut diserang Saddam. Kuwait pun dipaksa membiayai peralatan perang yang
didatangkan AS. Semua itu menunjukkan bahwa AS sengaja mendorong Saddam
menyerang Kuwait demi keuntungan pabrik-pabrik senjata milik AS.
Demi
meraih keuntungan pribadi, para penguasa AS menggunakan berbagai macam cara,
dan salah satunya, mencari sekutu seperti Saddam Husein. Saddam Husein yang
dibutakan oleh hawa nafsu dan ambisinya, tunduk patuh melayani keinginan AS.
Kemudian, setelah Saddam dianggap tidak berguna lagi, AS pun berusaha mencari
simpati rakyat Irak dengan menggulingkannya. Namun, ketika situasi di Irak
menjadi semakin tidak terkontrol oleh AS, AS pun melakukan langkah lain, dengan
menuduh Iran di balik segala kekacauan di Irak. Eksekusi Saddam pun
dimanfaatkan untuk menekan Iran. Saddam diposisikan sebagai pahlawan Arab dan
dengan cara itu, sentimen antar mazhab dan anti Iran dibesar-besarkan. Melalui
cara ini, AS berharap bisa terjadi perang saudara di Irak dan AS dengan mudah
bisa menguasai negara itu. Namun, tentu saja, rakyat Irak dan opini dunia yang
sadar dan waspada, tidak akan termakan propaganda AS ini.
Referensi:
-
http://id.shvoong.com/books/biography/1868550-saddam-husein-jejak-langkah-singa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar