Sekitar tahun 1950-an,
ia lebih menonjol sebagai pengarang cerpen daripada seorang penyair. Cerpennya
yang berjudul Kejantanan di Sumbing pernah mendapatkan hadiah sebagai
cerpen terbaik. Puisi-puisinya dipandang mempunyai bobot filosofis yang tinggi
dan mendalam. Renungan filosofis itu tidak dapat ditafsirkan secara harfiah.
Perumpamaan-perumpamaan dan lambang yang digunakan hendaknya ditafsirkan secara
dewasa dan matang. Dalam cerpen dan sajak-sajaknya banyak dilukiskan manusia
yang gampang dirangsang nafsunya. Manusia-manusia Subagio adalah
manusia-manusia yang dalam mencoba mempertahankan kewajiban tergoda oleh
sifat-sifat kedagingannya. Pak Bagio juga terjun dalam dunia kritik dan telaah
sastra. Esei-eseinya banyak yang mencoba menyelami latar persoalan manusia Indonesia
sekarang secara jujur dan tajam.
Sajaknya yang berjudul Dan Kematian Makin Akrab
memenangkan Hadiah Horison untuk sajak-sajak yang dimuat tahun 1966-1967, dan tahun 1970 mendapatkan
Anugerah Seni dari Pemerintah RI untuk kumpulan sajaknya Daerah Perbatasan
(1970).
Bibliografi
-
Simphoni (kumpulan sajak, 1957)
-
Kejantanan
di Sumbing (Kumpulan Cerpen, 1965)
-
Bakat Alam
dan Intelektualisme (kumpulan esei, 1972)
-
Keroncong
Motinggo (Kumpulan sajak, 1975)
-
Sosok
Pribadi dalam Sajak (kumpulan esei, 1980)
-
Sastra
Belanda dan Kita (telaah sastra, 1980)
-
Hari dan
Hara (Kumpulan Sajak, 1982).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar